Pelaku Usaha Temukan Sejumlah Kendala Saat Mengurus Izin di OSS Berbasis Risiko
Terbaru

Pelaku Usaha Temukan Sejumlah Kendala Saat Mengurus Izin di OSS Berbasis Risiko

Pemerintah diminta segera menyelesaikan sejumlah masalah dalam proses perizinan di OSS Berbasis Risiko.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

Sedangkan Pasal 103 menyatakan, Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang untuk kegiatan berusaha dilaksanakan melalur OSS dengan tahapan: a. pendaftaran; b. penilaian dokumen usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang terhadap RDTR; dan c. penerbitan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Febri mengatakan sejauh ini sistem RDTR belum terintegrasi dengan OSS Berbasis Risiko. RDTR yang tersedia masih sangat terbatas dan belum lengkap. Selain itu adanya syarat RDTR dalam proses perizinan di OSS Berbasis Risiko dinilai dapat memberikan dampak terhadap sektor UMKM yang selama ini banyak menjalankan usaha dari rumah.

“RDTR itu ada tapi belum teintegrasi dengan OSS. Pemda seperti setengah hati, mungkin mereka takut ada dampak ke daerah mereka, tapi kalau tidak ada RDTR maka pelaksanaan OSS Berbasis Risiko tidak akan maksimal. Untuk RDTR ini juga memberatkan UMK, dulu di DKI Jakarta untuk UMK bisa melakukan usaha dari rumah. Tapi saat ini karena ada aturan tata ruang dan pernyataan output OSS UMK harus sesuai tata ruang sehingga pebisnis UMK protes kenapa UMK harus sesuai dengan zonasi tata ruang,” jelas Febri.

Dan keempat adalah penentuan risiko. Dalam OSS Berbasis Risiko, proses izin usaha ditentukan berdasarkan risiko. Semakin tinggi risiko maka semakin kompleks proses perizinan. Namun persoalannya banyak penentuan risiko yang dianggap tidak sesuai dengan jenis usaha.

“Dari segi kebijakan memang jumlah pasalnya ratusan halaman, sehingga menterjemahkannya bingung. Apa yang diamanatkan di PP turunan belum lengkap, contoh salah satu KBLI berbasis RBA sekarang ditimbang sebuah kegiatan usaha risiko apa sehingga menimbulkan efeknya apa. Nah untuk usaha fotografi itu masuk risiko menengah tinggi, mungkin memang ada peralatan yang merugikan, dan juga bidang usaha penerjemah juga masuk ke risiko menengah tinggi. Secara logika tidak ada yang aneh, dampak lingkungannya seperti sampah, tapi masuk ke risiko tinggi, KBLI tidak jelas sehingga izinnya jadi tidak jelas,” ungkap konsultan Easybiz, Andrey.

Sementara itu, Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sutrisno Iwantono, menyatakan bahwa pelaku usaha menemukan kendala saat mengurus perizinan melalui OSS Berbasis Risiko. Salah satunya adalah untuk bidang usaha pengelolaan air yang saat ini harus diurus melalui OSS. Surat Izin Pengelolaan Air (SIPA) yang wajib diurus oleh pelaku usaha tidak ditemukan dalam OSS.

“Kenyataannya tidak seindah itu. Contoh mengurs SIPA di Pemda, tetapi wajib ke OSS dulu. Ketika di OSS belum ada aplikasinya, seingga macet pengurusan izin itu,” kata Iwantono kepada Hukumonline, Selasa (31/8).

Tags:

Berita Terkait