Pelanggaran HAM di Balik Bencana Kabut Asap
Berita

Pelanggaran HAM di Balik Bencana Kabut Asap

Masyarakat dapat menggugat pihak termasuk yang menjadi penyebab terjadinya bencana kabut asap ini dalam pelanggaran HAM. Penyebab bencana ini tidak hanya terjadi di daerah berlahan tapi juga di perkotaan.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto: RES

Bencana kabut asap semakin rentan terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir. Tidak hanya persoalan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sebagian daerah tapi juga polusi asap dari aktivitas industri dan kendaraan motor di wilayah-wilayah perkotaan. Perlu diketahui, saat ini terdapat gugatan polusi asap perkotaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diajukan berbagai lembaga swadaya masyarakat kepada pemerintah pusat dan daerah.

 

Kepala Biro Perencanaan, Pengawasan Internal dan Kerja Sama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Esrom Hamonangan menjelaskan bencana kabut asap ini sudah termasuk dalam pelanggaran HAM. Dasar hukum yang digunakan mengacu pada Pasal 9 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup bersih, baik dan sehat (LHBS).

 

Sayangnya, dia menilai publik memahami hak tersebut sebatas dalam Pasal 9 ayat (3) tersebut tanpa dihubungkan dengan hak untuk hidup (HH), sehingga nilai hak atas lingkungan hidup bersih dan sehat dipahami keliru, sebab lingkungan hidup dipahami terbatas pada ekologi, tidak dalam konteks HAM yang berlandaskan pada prinsip indivisible (tidak terpisahkan) dan interrelated (saling berhubungan),” jelas Esrom di Jakarta, Kamis (3/10).

 

“Ekosida merupakan perusakan lingkungan alam yang terjadi atas dasar kelalaian atau tindakan sengaja yang dilakukan melalui berbagai aktivitas terorganisasi dan sistematis serta membahayakan dan membunuh kehidupan manusia. Ekosida merupakan kejahatan modern setara dengan kejahatan internasional lain karena tindakan, pelibatan dan dampaknya terhadap esensi damai dan perdamaian penduduk, hak hidup serta tata kelangsungan kehidupan manusia kini dan akan datang. Sehingga, pencemaran lingkungan dan kebakaran hutan juga termasuk pelanggaran HAM,” jelas Esrom.

 

Atas kondisi tersebut, dia mengimbau agar publik yang menjadi korban dari bencana kabut asap ini segera melaporkan kepada Komnas HAM. Nantinya, Komnas HAM akan menindaklanjuti laporan tersebut dengan mengajukan gugatan pengadilan. Dia juga menyatakan pengadilan juga menerima gugatan pelanggaran HAM kepada masyarakat yang dirugikan akibat polusi udara.

 

(Baca Juga: Karhutla: Negara Baru Terima Rp78 Miliar dari Total Nilai Gugatan Rp3,15 Triliun)

 

Salah satu kasus yang ditangani Komnas HAM berkaitan dengan lingkungan saat ini mengenai lubang bekas galian tambang di Samarinda, Kalimantan Timur. Lubang bekas tambang yang menewaskan puluhan masyarakat sekitar tersebut berpotensi melanggar HAM dan korupsi.

 

“Gugatan (pelanggaran HAM) ini bisa dibawa ke pengadilan. Saat ini, kami juga sedang menggugat pemerintah daerah karena lubang tambang. Terkait banyak pihak dalam masalah ini mulai dari gubernur hingga menteri,” jelas Esrom.

Tags:

Berita Terkait