Pelaporan Pidana Luhut ke Haris-Fatia Ciri Negara Otoriter
Utama

Pelaporan Pidana Luhut ke Haris-Fatia Ciri Negara Otoriter

Kritik masyarakat sebagai bentuk kontrol terhadap pejabat publik dalam penyelenggaraan negara yang bersih dari konflik kepentingan bisnis pertambangan di Blok Wabu Papua. Padahal Kemenko Marves mudah saja membuka data perusahaan mana saja yang berinvestasi di Blok Wabu, termasuk perusahaan negara maupun swasta.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Bila terdapat ketidakakuratan data, pejabat negara dapat mengoreksinya dengan data kementerian yang dipimpinnya. Padahal, tak sulit bagi Kemenko Marves membuka data tentang perusahaan mana saja yang berinvestasi di Blok Wabu Papua. Termasuk perusahaan negara maupun swasta. “Dari situ, masyarakat bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dengan kekuasaan yang dia miliki, LBP tidak seharusnya mengancam aktivis seperti Haris dan Fatia dengan ancamana pidana.”

Menurutnya, langkah LBP malah memperburuk citra pemerintah dan mengurangi peran partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Berbagai survei belakangan, termasuk survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober 2020 menunjukkan mayoritas masyarakat, sebanyak 79.6% responden, semakin takut menyatakan pendapat. Nah, pelaporan LBP menjadi bagian meningkatkan ketakutan tersebut. Sehingga publik pun enggan memberikan masukan kepada pemerintah, apalagi mengungkapkan kritik terhadap pihak berkuasa.

“Kami mendesak pihak kepolisian untuk bersikap independen dalam menjaga kepentingan pemerintah yang berkuasa di satu sisi dan kepentingan perlindungan dan pelayanan masyarakat di sisi lain, dengan tidak melanjutkan laporan ini ke tahap penyidikan pidana,” katanya.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menambahkan langkah arogan LBP dengan tidak membuka ruang diskusi malah menghancurkan demokrasi melalui pelaporan ke Polda Metro Jaya. Peran masyarakat sipil dalam berpartisipasi dalam pengelolaan negara yang bersih malah diberangus.

Sedari awal Ijul, begitu biasa disapa, sudah menduga tujuan somasi memang mengarah pemidanaan terhadap Haris dan Fatia. Ironisnya sebagai pejabat negara tak memberikan ruang diskusi bagi masyarakat yang mengkritiknya. “Ini sudah melampaui ruang demokrasi, demokrasi kita hancur, peran masyarakat sipil terus diberangus,” tegasnya.

Sebelumnya, Menko Marves LBP melaporkan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulida ke Polda Metro Jaya dengan dugaan penyebaran berita bohong. “Haris Azhar sama Fatia yang dilaporkan,” ujar Luhut di Polda Metro Jaya sebagaimana dikutip dari Antara.

Menurutnya, pihaknya telah melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia. Namun keduanya dianggap tak kunjung menyampaikan permintaan maaf. Akhirnya, pihaknya menempuh jalur hukum pidana dan gugatan perdata. “Saya kan harus mempertahankan nama baik saya, dan anak cucu saya. Jadi saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya tegur untuk minta maaf,  nggak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum, jadi saya pidanakan dan perdatakan,” ujarnya.

Penasihat Hukum LBP, Juniver Girsang menambahkan kliennya langsung yang melaporkan ke Polda Metro Jaya. Laporannya terkait jeratan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan kasus perdata. Menurutnya terdapat 3 pasal yang menjadi dasar pelaporannya yakni UU ITE, pidana umum, dan dugaan berita bohong yang diatur dalam KUHP. 

Juniver mengatakan kliennya turut membuat gugatan perdata terhadap Haris dan Fatia sebesar Rp100 miliar. Dia menilai bila angka Rp100 miliar dikabulkan hakim, LBP bakal menyumbangkan bagi masyarakat Papua. “Itulah saking antusiasnya beliau membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah pencemaran nama baik,” kata Ketua Umum Peradi Suara Advokat Indonesia (Peradi SAI) Ini.

Kasus bermula dari unggahan video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” yang diunggah di akun Youtube Haris Azhar. Video tersebut membahas laporan sejumlah organisasi termasuk KontraS tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.

Tags:

Berita Terkait