Pelik Mencari Sosok Pemimpin Banten Di luar ‘Dinasti Politik’
Berita

Pelik Mencari Sosok Pemimpin Banten Di luar ‘Dinasti Politik’

Menurut penilaian sejumlah LSM pemimpin yang berasal dari dinasti politik tidak lebih baik dari mereka yang maju karena dukungan dan kapabilitas.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Ketua Forum Banten Bersih, Beno Novit Neang mengamini bahwa kebanyakan masyarakat di wilayah Banten belum menjadikan isu antikorupsi sebagai ‘makanan sehari-hari’. Ia juga tak menampik bahwa ada kelompok masyarakat yang akrab dengan isu antikorupsi dan politik, sayangnya mereka bertindak dan menunjukkan sikap yang apatis terhadap hegemoni politik dinasti di Banten. Akibatnya,  kata Beno, secara tidak langsung punya korelasi dengan semakin kuat cengkraman kaki jaringan-jaringan politik dinasti atau pihak yang menjadi benalu dalam dinasti tersebut. 
Menurutnya, langkah konkret yang kini mesti segera digencarkan adalah bersama-sama melakukan edukasi kepada masyarakat terutama masyarakat yang masih belum melek terhadap isu politik dan antikorupsi secara lebih holisitik. Bagi masyarakat di wilayah Banten yang ingin membantu gerakan edukasi tersebut, Forum Banten Bersih membuka pintu yang luas demi terciptanya Banten tanpa dinasti politik di masa mendatang.
“Kami ingin bersih dari dinasti ataupun ada yang terafiliasi dengan dinasti,” katanya.  
Membudayakan Gerakan Elektoral
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil A. Simanjuntak berpendapat bahwa kondisi yang kini terjadi pada masyarakat Banten mengerucut pada dua aspek, yakni karena ketidaktahuan dan karena ketidakpedulian. Rata-rata, kalangan yang tidak punya ketidaktahuan berada di kelas ekonomi bawah dan mereka sangat rentan dengan praktek politik uang menjelang pemilihan. Sementara, kalangan yang tidak punya kepedulian memang berada di kelas ekonomi atas namun dari segi partisipasi politik sangat rendah.
Akibatnya, masyarakat yang tidak punya ketidaktahuan menjadi alat pemenangan politik pemilihan di Banten lantaran masyarakat yang tidak punya kepedulian anggaplah tidak mempergunakan hak pilihnya dengan datang ke tempat pemilihan (TPS). Hal itu semakin membuktikan bahwa tingkat pendidikan yang diemban seseorang tak punya korelasi kuat dengan seberapa perhatian mereka terhadap politik, terutama pemilihan umum seperti yang terjadi di Tangsel yang notabene warganya kebanyakna mengemban pendidikan lebih tinggi dalam pemilihan Walikota Tangsel beberapa waktu lalu masih memenangkan sosok yang namanya pernah disebut-sebut bebebrapa kali dalam persidangan tindak pidana korupsi. 
“Dinasti bekerja diranah itu,” kata Dahnil.
Selain problem tersebut, hal lain yang kini terjadi di Banten adalah terpecahnya gerakan masyarakat sipil serta LSM. Gambaran yang terjadi, jelas Dahnil adalah ketika politik dinasti sedikit terganjal secara politik, yang terjadi adalah masyarakat sipil sayangnya justru terpecah dan mengurusi dirinya sendiri dalam kancah legislatif. Padahal, dinasti cepat berbenah kemudian bangkit dari keterpurukan. Oleh karena masyarakat sipil lengah, yang terjadi adalah dinasti kembali menguasai eksekutif lewat pucuk pimpinan.“Gerakan sipil dihadapkan pada keadaan konsolidasi yang lambat,” ujarnya.
Oleh karenanya, PP Pemuda Muhammadiyah mencanangkan pembudayaan gerakan electoral untuk semua masyarakat di Banten. Tujuannya, agar isu pemilihan kedepan bisa diikuti dengan memperhatikan prinsip demokrasi yang lebih substantif. Gerakan elektoral ini telah dijalankan salah satunya dalam madrasah antikorupsi. Selain itu, juga telah dilakukan pendidikan antikorupsi lewat Sekolah Antikorupsi (SAKTI) di Tangerang yang diinisiasi oleh ICW dan Truth Tangerang.
Proses pembudayaan gerakan elektoral diakui tidak bisa dilakukan secara instan. Perlu keseriusan dan waktu yang lama agar isu politik dan antikorupsi mendarah daging dalam masyarakat Banten. Dan usaha itu saat ini telah dilakukan dan akan semakin diperluas oleh sejumlah LSM yang tergabung dalam Forum Banten Bersih. 
Tags:

Berita Terkait