Pemanfaatan Teknologi Solusi Mengakomodir Kepentingan Korban Kekerasan
Terbaru

Pemanfaatan Teknologi Solusi Mengakomodir Kepentingan Korban Kekerasan

Platform Koneksi menghubungkan korban kekerasan dengan Advokat yang memberi pelayanan hukum pro bono. LKP3A PP Fatayat NU membuka layanan pengaduan dan konseling secara daring yakni melalui WhatsApp dan surat elektronik.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi. Hol
Ilustrasi. Hol

Pemerintah berupaya melindungi kelompok rentan, seperti perempuan dan anak korban kekerasan. Upaya itu dilakukan antara lain dengan memanfaatkan teknologi. Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu, mengatakan sejak tahun 2020 Presiden Jokowi memerintahkan Kementerian PPPA untuk segera melakukan reformasi.

Tujuannya agar Kementerian PPPA dapat menangani kasus terkait perempuan dan anak. Perintah Presiden Jokowi ini penting mengingat banyaknya kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak. Periode 2020, Kementerian PPPA menerima 6.389 kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus kekerasan terhadap anak juga diperkirakan jumlahnya lebih dari 6 ribu kasus.

“Sebanyak 1 dari 3 perempuan mengalami kekerasan dan masih berlangsung di segala ruang domestik maupun publik, di segala waktu dan dilakukan oleh banyak orang dengan identitas sosio-kultral yang beragam,” kata Pribudiarta dalam webinar bertema “Mengoptimalkan Kolaborasi Untuk Perlindungan Terhadap Perempuan dan Anak Korban Kekerasan Melalui Pemanfaatan Teknologi,” Jumat (11/6/2021). (Baca Juga: Platform Koneksi, Terobosan Penanganan Kasus Perempuan Berhadapan dengan Hukum)

Fungsi layanan perlindungan terhadap korban kekerasan perempuan yang dilakukan Kementerian PPPA meliputi pelayanan pengaduan masayrakat; penjangkauan korban; pengelolaan kasus; akses penampungan sementara; pelayanan medis; dan pendampingan korban. Dalam menyelenggarakan pelayanan, Pribudiarta menjelaskan pihaknya memanfaatkan teknologi, antara lain membuka layanan SAPA 129 dan periode 9 Maret 2021-9 Juni 2021 tercatat ada 2.246 pengaduan yang diterima melalui telepon.

Kemudian, melalui aplikasi WhatsApp 08111-129-129 tercatat ada 51 kasus yang diadukan. Dalam layanan tersebut, Pribudiarta mengatakan pihaknya menyiapkan SDM seperti operator, advokat, psikolog klinis, paralegal, pekerja sosial, dan konselor. SDM yang bertugas itu telah melalui proses seleksi untuk menjamin kualitas pelayanan kepada masyarakat terutama perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan.

Mitra Advokat Koneksi, Andrian Febrianto, menerangkan platform Koneksi memanfaatkan teknologi untuk menghubungkan korban kekerasan dengan Advokat yang memberikan pelayanan hukum pro bono (gratis). Platform Koneksi menyediakan beberapa program, seperti konsultasi gratis dan pro bono untuk pendampingan hukum. Untuk mendapat manfaat dari program Koneksi hanya perlu membuka situs atau aplikasi Justika.

Penyandang Penghargaan Outstanding Young Pro Bono Lawyer Hukumonline Award 2019 itu menjelaskan periode 27 Oktober 2020-31 Mei 2021, ada 840 pengunjung Koneksi; 73 chat yang terkirim; dan 39 chat convert. “Koneksi bisa diakses dari laman Justika.com atau Hukumonline.com,” kata Andrian menerangkan.

Dia mengungkapkan korban kekerasan yang mengakses Koneksi sebagian besar perempuan. Persoalan yang diadukan, seperti KDRT akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan masalah finansial pada keluarga. Ada juga laki-laki yang mengakses Koneksi dan mengadukan kekerasan yang dialaminya. “Dia terkena pengurangan karyawan dari kantornya karena terdampak pandemi. Kemudian dia ditagih istrinya untuk memberi nafkah dan mengalami kekerasan yang dilakukan istrinya,” bebernya.

Koordinator Ketua LKP3A PP Fatayat NU, Riri Khariroh, mengatakan pandemi Covid-19 menambah beban perempuan karena selain memenuhi kewajiban sebagai pekerja, pada saat yang sama juga harus mengurus rumah tangga. Pandemi juga berdampak pada finansial keluarga, sehingga menjadi salah satu pemicu kasus KDRT. Selain meningkatnya KDRT, pandemi juga meningkatkan pernikahan anak.

“Dampak pandemi Covid-19 terhadap finansial keluarga menjadi pemicu peningkatan kasus KDRT dan pernikahan anak,” kata Riri.

Dalam memberikan layanan di era pandemi Covid-19, Riri mengatakan lembaganya membuka layanan pengaduan dan konseling secara daring yakni melalui WhatsApp (08138312174) dan surat elektronik ([email protected]). Riri mengingatkan dalam memberikan pelayanan harus sensitif terhadap korban karena korban dan pelaku biasanya berada dalam satu rumah. Hal ini mendorong korban harus mencari cara yang aman untuk mengadukan perkara mereka.

“Pemanfaatan teknologi perlu dilakukan untuk membantu para korban, khususnya di era pandemi Covid-19,” kata dia.

Direktur Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Eko Riadi, mengatakan Pasal 14 Kovenan Sipol kerap disalahartikan, sehinggga setiap orang diperlakukan sama di pengadilan. Ada hal yang harus diperhatikan dalam perkara kekerasan dimana korban akan merasa tidak nyaman ketika dipertemukan dengan pelaku. Begitu pula dengan beban pembuktian, ada pandangan yang menyebut posisi pelaku dan korban seimbang dalam hal pembuktian.

“Dalam perkara pidana seperti kekerasan seksual yang harus membuktikan itu penyidik dan penuntut umum,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait