Pembahasan RUU Mahkamah Agung Tinggal Menyisakan Satu Ayat
Utama

Pembahasan RUU Mahkamah Agung Tinggal Menyisakan Satu Ayat

Rancangan Undang-undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung hampir rampung dibahas oleh DPR dan pemerintah. Hanya satu ayat tentang jumlah wakil ketua MA yang belum berhasil disepakati oleh DPR.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Pembahasan RUU Mahkamah Agung Tinggal Menyisakan Satu Ayat
Hukumonline

Berdasarkan informasi yang hukumonline peroleh, ada beberapa poin penting yang termaktub dalam RUU MAA ini. Salah satunya adalah pasal mengenai perpanjangan usia hakim agung menjadi 67 tahun, dari sebelumnya 65 tahun. Menurut Sjaiful, perpanjangan selama dua tahun itu hanya dapat dilakukan dengan adanya uji kesehatan untuk melihat apakah hakim itu masih sehat, masih brilian dan masih dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

"Nanti MA harus menerbitkan satu aturan itu, sehingga perpanjangan ini memang betul-betul seleksi yang mendapat perhatian. Tidak hanya memberi kesempatan sampai umur 67 tahun, karena kita juga menyadari calon hakim agung itu sangat banyak, ujar Sjaiful.

Hal penting lainnya adalah persyaratan untuk menjadi hakim agung, dimana dalam UU tersebut juga diubah menjadi lebih mudah untuk hakim karir dan lebih sulit untuk hakim non karir. Syarat untuk hakim karir yang tadinya harus lima tahun menjabat sebagai ketua pengadilan tinggi dan 10 tahun menjadi hakim tinggi diubah menjadi berprofesi sebaqgai hakim selama 17 tahun dan tiga tahun menjadi hakim tinggi. Tidak perlu pernah menjabat sebagai ketua PT, hakim tinggi pun dapat mencalonkan diri asalkan sudah 20 tahun menjadi hakim.

Sedangkan untuk hakim dari jalur non karir, persyaratan diubah dari yang sebelumnya 15 tahun berkarir di bidang hukum, menjadi harus 25 tahun berkarir di bidang hukum. "Itupun harus secara berturut-turut. Jangan jadi advokat, lalu jadi konsultan, kemudian jadi pengusaha mobil atau broker, tapi harus konsisten 25 tahun tidak terputus berkosentrasi di bidang hukum", cetus Sjaiful. Syarat lainnya, hakim dari jalur non karir harus berpendidikan strata dua.

Hal lain yang juga telah disepakati adalah dipisahkannya bidang kepaniteraan, tidak lagi dibawah sekretaris jenderal. Panitera akan mengurusi bidang yustisial sedang sekretaris MA akan mengurusi bidang non yudisial yang menangani masalah perpindahan organisasi, keuangan dan lain-lain. Nantinya juga akan ada dirjen untuk tiap bidang peradilan.

Lupa berdiri

Dalam kesempatan terpisah, ketua MA, Bagir Manan, menyatakan bahwa perpanjangan usia pensiun hakim agung dimaksudkan untuk menciptakan kestabilan dalam pembinan organisasi, manajemen dan personel. Bagir mencontohkan, saat ini, hakim-hakim angkatan 1971  banyak yang sudah menjadi hakim tinggi dan tahun ini sudah berusia 63 tahun sehingga harus pensiun.

"Tahun ini sampai pertengahan tahun depan mereka akan habis. Sedangkan mengisinya tidak mudah. Karena dulu ada sistem administrasi yg menimbulkan adanya gap antar generasi hakim-hakim", keluh Bagir di sela-sela acara seminar hukum lingkungan, Jumat (12/12). Akibatnya, saat ini, untuk mencari wakil ketua PT saja,  Bagir merasa kesulitan. Apalagi kualifikasi untuk menjadi wakil ketua PT di Padang misalnya, berbeda dengan menjadi wakil ketua PT Jakarta.

"Jadi perpanjangan ini bukan karena sudah duduk di kursi, lalu lupa berdiri",  seloroh Bagir. Mengenai pengisian kursi wakil ketua MA, Bagir mengatakan ia masih menunggu hasil revisi UU No 14 tahun 1985 untuk menentukan berapa jumlah wakil ketua MA yang harus dipilih.

Anggota Badan Legislasi DPR, Sjaiful Rahman, ketika ditemui hukumonline saat melakukan investigasi ke rumah calon pimpinan KPK, menyatakan hal itu. Menurut Sjaiful, tinggal satu ayat mengenai jumlah wakil ketua MA yang masih belum disepakati.

Ia menyatakan, sebagian besar fraksi, termasuk fraksinya menginginkan agar wakil ketua MA berjumlah empat orang. Dasarnya, Undang-undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa badan peradilan terdiri dari Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Umum dan PTUN.  

Alasan lain, dengan berpindahnya kekuasaan kehakiman menjadi satu atap di MA, maka beban kerja MA menjadi lebih berat. Padahal, sebelum satu atap saja MA  sudah keteteran dengan tumpukan perkara. Karena itu, agar kerja MA lebih maksimal dan tidak terjadi penumpukan perkara, maka wakil ketua MA disesuaikan dengan bidang-bidang peradilan.

Sementara, fraksi PDIP menginginkan agar wakil ketua MA hanya berjumlah dua orang. Yaitu, wakil ketua bidang Yudisial dan wakil ketua bidang non yudisial. Sjaiful mengatakan, anggota Baleg dari PDIP akan berkonsultasi dengan fraksinya dan disepakati pada Senin (15/12) telah ada jawaban sehingga RUU tersebut dapat disetujui oleh DPR.

Tags: