UU Perkawinan berikut peraturan pelaksananya (PP 9/1975) tidak mendefinisikan pengertian pembatalan perkawinan. Namun, Pasal 22 UU Perkawinan dan penjelasannya menerangkan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Kemudian, pengertian “dapat” dalam pasal tersebut mengacu pada ketentuan agama masing-masing.
Lebih lanjut, Pasal 37 PP 9/1975 menerangkan bahwa pembatalan perkawinan atau batalnya perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. Dilanjutkan dalam bagian penjelasan, ketentuan pasal tersebut dibuat mengingat bahwa pembatalan suatu perkawinan dapat membawa akibat yang jauh baik bagi pasangan dan keluarganya.
Baca juga:
- Kisah Kawin Beda Agama, Menantang Arus dan Problematik Klasik
- Konsekuensi Nikah Siri bagi Istri dan Anak
- Akibat Hukum Pembatalan Perjanjian Pra Nikah
Pengertian Pembatalan Perkawinan
Andi Hamzah dalam Kamus Hukum menerangkan bahwa arti pembatalan perkawinan adalah suatu tindakan pembatalan suatu perkawinan yang tidak mempunyai akibat hukum yang dikehendaki karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum atau peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja dalam Hukum menurut Islam, UUP, dan Hukum Perdata/BW mengartikan pembatalan perkawinan adalah suatu perkawinan yang sudah terjadi dapat dibatalkan, apabila pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan dan pembatalan suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan.
Selanjutnya, menurut Riduan Syahrani dalam Masalah-Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia, pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila perkawinan itu dilangsungkan jika para pihak atau salah satu pihak terbukti tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan.
Persamaan dan Perbedaan Pembatalan Perkawinan dengan Perceraian
Disarikan dari artikel Tentang Pembatalan Nikah dan Perceraian, persamaan pembatalan nikah dengan perceraian adalah prosesnya yang hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.