Pembenahan Manajemen Perkara untuk Hadirkan Keadilan
Reformasi Peradilan:

Pembenahan Manajemen Perkara untuk Hadirkan Keadilan

Beragam kebijakan dikeluarkan Mahkamah Agung untuk modernisasi manajemen perkara. Ketepatan waktu sidang masih menjadi problem.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Ketiga, beban tugas aparat penegak hukum. Misalnya, hakim yang menangani dan mengadili perkara hingga larut malam justru tidak efektif. Menurut Eddy, majelis hakim yang bertugas sampai tengah malam sulit berpikir tenang dan dapat memutus perkara secara adil. “Bayangkan, untuk memanajemen sidang dimulai dari jam berapa sampai selesai jam berapa saja tidak mampu, bagaimana mengharap putusan yang adil,” kata Eddy dalam diskusi panel Indonesian Judicial Reform Forum (IJRF) di Jakarta, Senin (15/01).

Koordinator Sektor Manajemen Perkara, Proyek EU-UNDP SUSTAIN, Ariyo Bimmo, menilai soal rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan tidak bisa dibenahi dalam sekejap. Perbaikan itu bisa dimulai dengan cara membenahi manajemen perkara, misalnya sidang dilaksanakan tepat waktu sesuai jadwal. Dia yakin jika ketepatan waktu dijalankan, ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sedikit berkurang.

Ariyo melihat beberapa tahun ini MA bekerja keras membenahi manajemen perkara. Untuk menelusuri perkara, masyarakat bisa mudah melakukannya melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Selain itu, encari putusan bisa menggunakan Direktori Putusan. Tak kalah penting masyarakat harus aktif menggunakan sistem yang sudah tersedia seperti Sistem Pengawasan MA RI (Siwas).

(Baca juga: Kualitas Pelayanan Pengadilan Masih Sulit Dapatkan Pengakuan Publik).

Untuk membenahi manajemen perkara di pengadilan menurut Ariyo butuh peran berbagai pihak selain aparat yang berada di bawah naungan MA tapi juga jaksa, lapas, dan kepolisian. Oleh karenanya Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) harus tuntas, bukan sekadar pertukaran data tapi juga bisnis prosesnya di tingkat bawah. Kemudian untuk MA, segala hal yang masih dikerjakan secara manual seperti registrasi harus dialihkan menjadi digital. “Tuntaskan modernisasi manajemen perkara, jangan setengah-setengah,” tukasnya.

Ketua PTUN Jakarta, Ujang Abdullah, mengatakan manajemen perkara di pengadilan saat ini sudah lebih baik daripada beberapa tahun lalu. Melalui kebijakan MA untuk reformasi peradilan, sekarang pengadilan berlomba untuk melakukan perbaikan. Pada pengadilan yang dipimpinnya Ujang menyebut sudah terjadi perubahan seperti membentuk majelis tetap sehingga antar persidangan tidak saling menunggu.

Salah satu contoh adalah PTUN Jakarta. Agar jadwal persidangan tepat waktu, PTUN Jakarta membagi waktu pemanggilan para pihak yakni pagi dan siang. Tapi ia tetap mengakui tidak mudah untuk membuat sidang berjalan tepat waktu karena bergantung pada kehadiran para pihak yang berperkara. Jika majelis hakim tidak menunggu para pihak dan membuka persidangan, Ujang menyebut majelis rentan dilaporkan. “Oleh karenanya majelis harus berhati-hati dan memperhatikan kehadiran para pihak,” ucapnya.

Untuk mendorong pengadilan melakukan terobosan dalam manajemen perkara, Ujang mengusulkan adanya penilaian rutin  dan model perlombaan. Hal itu penting agar setiap struktur yang ada di pengadilan memiliki motivasi untuk melakukan perubahan dan inovasi. Selain itu, dibutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung. Tak kalah penting, sistem itu harus dibangun dari pengadilan tingkat pertama sampai MA. Berkaitan dengan itu, Mahkamah Agung memang sudah menyelenggarakan lomba inovasi pengadilan. Lomba inovasi antar pengadilan perlu terus dijalankan.

Tags:

Berita Terkait