Pembentuk UU Dinilai ‘Setengah Hati’ Perjuangkan RUU Konservasi SDA
Berita

Pembentuk UU Dinilai ‘Setengah Hati’ Perjuangkan RUU Konservasi SDA

Seharusnya pemerintah perkuat substansi materi muatannya dan duduk bersama dengan DPR membuat rumusan baru, bukan malah mundur.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Berdasarkan kajian secara kualitatif maupun kuantitatif, lembaganya bersama dengan Koalisi #Vote4Forest mendapat hasil berupa anggota DPR di daerah pemilihan (dapil) kawasan konservasi berkonflik sebanyak 79 persen. Sedangkan 21 persen anggota DPR berada di dapil kawasan konservasi tidak berkonflik.

 

Lalu, ada kecenderungan sikap anggota DPR dengan dapil terdekat kawasan konservasi berkonflik sebanyak 83 persen mendukung RUU tersebut. Sementara 17 persen netral. Namun, dukungan anggota DPR terhadap RUU KSDAHE tidak menjamin keberlanjutan pembahasan, sehingga sentimen terhadap RUU tersebut dapat berubah dan tidak konsisten.

 

Jadi nasib RUU ada di tangan kita. Maka kita harus mempelajari rekam jejak calon agar isu konservasi SDA ini mendapat perhatian dari semuanya,” harapnya. Baca Juga: Sejumlah Alasan Revisi UU Konservasi SDA Perlu Tetap Dirampungkan

 

Harusnya perkuat substansi

Kepala Divisi Tata Kelola Hutan dan Lahan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Rika Fajrini menilai UU 5/1990 hanya mengenal konservasi spesies dan ekosistem. Sementara konservasi genetik tidak dikenal dalam UU 5/1990 yang sudah berlaku hampir 29 tahun ini. Sebab, peran konservasi tidak melulu hanya hewan, namun juga alam dan ekosistemnya.

 

Selain itu, UU 5/1990 pihak yang melakukan konservasi hanyalah negara, sehingga konservasi bergantung pejabat daerah setempat yang memiliki kepedulian terhadap alam sekitarnya. Namun, pandangan normatif yang sudah tidak relevan ini lambat laun berubah terkait pihak yang dapat melakukan konservasi. “Ya, masyarakat pun mulai melakukan konservasi alam tanpa harus terpaku dengan UU 5/1990,” lanjutnya.

 

Dia menerangkan kejahatan penyelundupan satwa liar burung kakak tua jambul kuning dengan cara memasukan ke dalam botol kemasan air minum menjadi pemicu munculnya petisi revisi terhadap UU 5/1990. Lagi-lagi kejahatan satwa tidak terdeteksi apakah melalui perseorangan atau jaringan organisasi internasional. “Yang harus dikejar selain pelaku juga aktor intelektualnya termasuk jaringan organisasi yang menyalurkan,” paparnya.

 

Mandeg-nya proses pembahasan RUU ini di DPR bersama pemerintah sempat mengagetkan masyarakat. Pemerintah menilai masih banyak kekurangan dalam perumusan RUU KSDAHE, sehingga UU 5/1990 dinilai pemerintah masih efektif dalam rangka konservasi SDA hayati dan ekosistemnya. “Seharusnya pemerintah perkuat substansi materi muatannya dan duduk bersama dengan DPR membuat rumusan baru, bukan malah mundur,” kritiknya.

Tags:

Berita Terkait