Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk Memperjelas Dasar Hukum PPHN
Terbaru

Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk Memperjelas Dasar Hukum PPHN

Mekanisme pengambilan keputusan harus merujuk Pasal 87 Tata Tertib MPR.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dia berharap betul dukungan dari organ negara lainnya serta elemen masyarakat luas agar Indonesia dapat kembali memiliki haluan negara dan haluan pembangunan nasional. Dengan begitu peta jalan pembangunan jangka panjang bangsa Indonesia dapat memiliki kepastian keberlanjutan antara era kepemimpinan nasional dan daerah, serta memiliki keterhubungan antara pembangunan pemerintah pusat dan daerah.

“Tidak seperti saat ini, pembangunan nasional dan daerah dapat terhenti karena setiap Presiden dan Kepala Daerah menjalankan visi, misi dan program sendiri-sendiri serta masing-masing juga berjalan sendiri-sendiri. Praktek pemerintahan seperti itu ibarat ada negara dalam negara,” katanya.

Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) Arsul Sani mengatakan Badan Pengkajian merekomendasikan pilihan dasar dan payung hukum untuk PPHN. Arsul menilai idealnya PPHN diatur melalui Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas UUD 1945. Namun, Arsul memahami situasi kebatinan masyarakat dan politik soal gagasan amendemen terbatas konstitusi sulit direalisasikan.

“Dalam hal ini Badan Pengkajian mengusulkan semacam 'terobosan baru' untuk menghadirkan PPHN melalui Konvensi Ketatanegaraan,” imbuhnya.

Anggota Komisi III DPR itu berpendapat kajian dalam menghadirkan PPHN melalui konvensi ketatanegaraan bakal menjadi tugas Panitia Ad Hoc untuk mendalaminya. Sementara keputusan Panitia Ad Hoc bakal mengikuti tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam UU dan peraturan yang berlaku.

“Jadi, apa yang disampaikan Ketua MPR bagi saya tidak menyimpang dari hasil Rapat Gabungan (Ragab) Pimpinan MPR dengan Pimpinan Fraksi dan Kelompok DPD dan bukan pendapat di luar forum,” kata dia.

Sementara Ketua Fraksi Golkar di MPR, Idris Laena berpandangan Rapat Gabungan telah digelar pada 25 Juli lalu. Tapi sesuai Pasal 50 Peraturan MPR No.1 Tahun 2019 tentang Tata Tertib MPR masih sebatas mendengarkan laporan dari Badan Pengkajian yang telah merumuskan Rancangan Substansi PPHN serta Kajian tentang Produk Hukumnya. Sementara fraksi dan kelompok DPD hanya mendengarkan dalam rapat paripurna yang bakal digelar dengan agenda khusus membahas PPHN. Menurutnya bila mayoritas anggota MPR memberikan persetujuan, maka dapat ditindaklanjuti dengan pembentukan Panitia Ad Hoc. “Prosesnya masih sangat panjang.”

Anggota Komisi VI DPR itu menilai prinsipnya mekanisme pembentukan keputusan harus sesuai dengan Pasal 87 Tata Tertib MPR. Pasal 87 Peraturan MPR 1/2019 menyebutkan, Pembentukan keputusan MPR dilakukan melalui 3 (tiga) tingkat pembicaraan sebagai berikut: a. tingkat I pembahasan oleh Sidang Paripurna MPR yang didahului oleh penjelasan Pimpinan MPR dan dilanjutkan dengan Pemandangan Umum Fraksi dan Kelompok DPD; b. tingkat II pembahasan oleh Panitia Ad Hoc terhadap semua hasil pembicaraan tingkat I dan hasil pembahasan pada tingkat II ini merupakan rancangan keputusan MPR; c. tingkat III pengambilan keputusan oleh Sidang Paripurna MPR setelah mendengar laporan dari Pimpinan Panitia Ad Hoc dan bilamana perlu dengan kata akhir dari Fraksi dan Kelompok DPD”.

Ia memahami adanya keinginan membuat PPHN. Namun bila produk hukumnya melalui payung hukum yang dipaksakan fraksi partainya bakal menolak. Seperti halnya membuat konvensi ketatanegaraan yang tidak dikenal dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. “Jelas Fraksi Partai Golkar akan menolak,” katanya.

Tags:

Berita Terkait