Pembentukan Struktur Jaksa Agung Muda Pidana Militer Menunggu Paraf Presiden
Berita

Pembentukan Struktur Jaksa Agung Muda Pidana Militer Menunggu Paraf Presiden

Perlu diatur pula dalam revisi UU Kejaksaan dengan memasukan pengaturan fungsi Jaksa Agung Muda Pidana Militer.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Menanggapi pertanyaan Arsul dan Sudding, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menanggapi pendek. Menurutnya, progress pembentukan Jampidmil sudah disampaikan ke pihak kementerian sekretaris negara (Kemensesneg). Semua pejabat negara terkait telah membubuhkan tanda tangan dan paraf sebagai bentuk persetujuan. “Prosesnya sudah di Mensesneg tinggal Presiden menandantangani,” ujarnya.

Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Redha Mantovani mengatakan proses persidangan perkara pidana di peradilan umum, mulai di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga MA dipimpin oleh majelis hakim yang terdiri dari hakim karier dan ad hoc. Sementara amanah yang utama Pasal 3 ayat (4) a TAP MPR No.VII/2000 adalah mengatur tentang Prajurit TNI yang melakukan tindak pidana umum tunduk kepada peradilan umum.

Dia menilai proses pidana di peradilan umum merupakan perkara yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum (PU) di lingkungan Kejaksaan. Praktiknya, penuntut umum memang diberikan kewenangan oleh UU melimpahkan perkara pidana ke pengadilan. Selain itu, penuntut umum berkewajiban membuktikan sangkaan yang tertuang dalam surat dakwaan.

Melihat Penjelasan Pasal 57 UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, menyebutkan Oditur Jenderal bertanggung jawab kepada Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi. Dengan begitu, Oditur Jenderal sejatinya secara struktur berada di bawah Jaksa Agung, dalam hal ini dibentuk pula Jaksa Agung Muda Pidana Militer. “Karena itu, Jampidmil dapat diberi kewenangan melimpahkan perkara di peradilan umum, khususnya terkait dengan prajurit TNI yang melakukan dugaan tindak pidana umum,” ujarnya.

Revisi UU Peradilan Militer

Redha melanjutkan, dalam rangka mewujudkan gagasan tersebut, tak dapat dipungkiri perlu revisi UU Pengadilan Militer yang sudah puluhan tahun berlaku dan belum diamandemen menyesuaikan dengan perkembangan yang ada dan KUHP Militer. Setidaknya, ada beberapa poin yang mesti direvisi.

Pertama, penegasan perihal prajurit TNI yang diduga melakukan tindak pidana militer diproses pidana melalui peradilan militer. Sementara terhadap prajurit TNI yang diduga melakukan tindak pidana umum, diproses pidana melalui peradilan umum. Kedua, penegasan terhadap pasal-pasal di KUHP Militer bagi prajurit TNI, tetap berlaku sepanjang mengatur tindak pidana militer. Demikian pula, KUHP berlaku untuk prajurit yang melakukan tindak pidana umum.

Ketiga, memberi kewenangan kepada TNI untuk melakukan penyidikan yang khusus melakukan penyidikan terhadap prajurit TNI yang melanggar tindak pidana umum. Keempat, membentuk jabatan baru Jaksa Agung Muda militer di bawah Jaksa Agung untuk diberi tugas melakukan penuntutan terhadap prajurit yang diduga melakukan tindak pidana di peradilan umum.

Jabatan baru ini merupakan jabatan yang dapat dirangkap oleh Oditur Jenderal sebagaimana yang berlaku dalam UU No. 31 Tahun 1997 tentang Pengadilan Militer untuk melakukan penuntutan terhadap prajurit yang melakukan dugaan tindak pidana militer di Peradilan Militer. Kelima, penegasan bahwa terpidana prajurit TNI menjalankan pidananya di Lapas Militer.

Seperti diketahui, dalam struktur Kejaksaan Agung terdapat posisi jabatan Jaksa Agung Muda (JAM), seperti JAM Bidang Pidana Umum (Jampidum); JAM Bidang Pembinaan (Jambin); JAM Bidang Pengawasan (Jamwas); JAM Bidang Intelijen (Jamintel); JAM Bidang Pidana Khusus (Jampidsus); dan JAM Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun). Lalu, munculnya pembentukan Jampidmil pasca Menpan-RB Tjahjo Kumolo menuturkan Kejaksaan Agung bakal menambah satu jabatan eselon I. Singkat cerita, rencana itu ditindaklanjuti dan dibahas oleh Menkopolhukam, Menkumham, Jaksa Agung, dan Panglima TNI pada Juni 2020 lalu.

Tags:

Berita Terkait