Usulan perubahan nama Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) menjadi Dewan Keamanan Nasional (Wankamnas) menuai protes kalangan masyarakat sipil. Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan sebelumnya pembentukan Wankamnas masuk dalam RUU Kamnas. Tapi dalam perkembangannya, mengingat RUU Kamnas ditolak kalangan masayrakat sipil, kemudian pembentukan Wankamnas saat ini dilakukan melalui Perpres.
“Isu Wankamnas ini dihidupkan kembali melalui rancangan Perpres yang kabarnya sudah di meja Presiden,” kata Gufron dalam diskusi bertema “Quo Vadis Pembentukan Dewan Keamanan Nasional”, Senin (19/9/2022).
Gufron menilai pengalihan mekanisme pembentukan Wankamnas dari RUU Kamnas melalui Perpres merupakan jalan pintas. Sebagaimana diketahui, mekanisme pembuatan UU harus melalui pembahasan di DPR yang melibatkan partisipasi publik. Sementara pembentukan peraturan melalui Perpres tergolong tertutup karena sekalipun ada partisipasi publik sifatnya sangat terbatas.
Baca Juga:
- Mempertanyakan Urgensi Pembentukan Dewan Keamanan Nasional
- Pembentukan Dewan Keamanan Nasional Dinilai Potensi Tumpah Tindih dengan Lembaga Lain
Menurut Gufron, proses pembentukan Wankamnas melalui Perpres sangat bermasalah karena tidak melibatkan partisipasi publik yang luas. Jika proses pembuatannya bermasalah begitu juga dengan substansinya. Pembentukan Wankamnas tidak urgen dan menimbulkan masalah baru dalam negara hukum, demokrasi, dan HAM.
Baginya, dalam negara yang mengusung demokrasi tidak boleh ada konsentrasi kekuasaan dalam satu lembaga negara. Misalnya, pemisahan mana yang menjadi ranah sipil dan militer. Dalam hal ini Wankamnas tidak membedakan kedua ranah tersebut.
Peran Wankamnas tergolong luas karena tidak memisahkan ranah sipil dan militer. Salah satunya yakni mengurusi isu narkotika, tapi sayangnya BNN tidak disebut dalam Perpres tersebut. “Dalam rancangan Perpres itu terlihat ada upaya menyatukan kembali domain pertahanan dan keamanan yang dimasukkan dalam fungsi dan ruang lingkup Wankamnas,” ujarnya.