Pemerintah Akui Pengesahan Kepala Daerah Kadang Tersendat
Utama

Pemerintah Akui Pengesahan Kepala Daerah Kadang Tersendat

Dalam praktik, gubernur tidak mau melanjutkan usulan penetapan oleh KPUD terkadang terjadi. Misalnya, dalam kasus pilkada Kota Waringin Barat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Mualimin Abdi. Foto: RES
Mualimin Abdi. Foto: RES
Pemerintah memandang implementasi Pasal 109 ayat (4) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda) terkait proses pengesahan pasangan bupati/walikota terpilih tak selamanya mulus. Dalam tataran praktis norma ini tak jarang menimbullkan persoalan.  

“Dalam tataran praktis, norma itu tidak seluruhnya berjalan dengan baik,” kata Plt Dirjen Peraturan Perundang-undangan Mualimin Abdi saat menyampaikan keterangan pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian UU Pemda di ruang sidang utama MK, Senin (14/7).    

Pasal 109 ayat (4) menyebutkan “Pasangan calon bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota diusulkan oleh DPRD kabupaten/kota, selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari, kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur berdasarkan berita acara penetapan pasangan calon terpilih dari KPU kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan”.

Sebelumnya, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Sumba Barat terpilih Markus Dairo Talu dan Ndara Tanggu Kaha mempersoalkan Pasal 109 ayat (4) dan Pasal 111 ayat (2) UU Pemda terkait kewenangan gubernur untuk melantik bupati/walikota. Pasalnya, sejak Agustus 2013 hingga saat ini Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak juga melantik kedua pasangan bupati terpilih itu.

Menurutnya, frasa “melalui Gubernur” dalam Pasal 109 ayat (4) UU Pemda itu telah menimbulkan ketidakpastian hukum karena tidak mengatur mengenai berapa lama tenggang waktu bagi gubernur untuk meneruskan surat usulan dari DPRD Kabupaten atau Kota. Karena itu, mereka meminta frasa “melalui Gubernur” dalam Pasal 109 ayat (4) dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945.

Mualimin mengungkapkan dalam praktik gubernur tidak mau melanjutkan usulan penetapan oleh KPUD terkadang terjadi. Misalnya, dalam kasus pemilihan kepala daerah (pilkada) Kota Waringin Barat Kalimantan Tengah dan Pilkada Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur.

Menurutnya, apabila prosedur pengesahan pasangan bupati/walikota terpilih dalam UU Pemda tidak diikuti akan menyebabkan cacat prosedural yang berakibat dibatalkannya keputusan pengangkatan kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih oleh PTUN. Seperti kasus pengesahan pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat.

“Penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh berhenti hanya karena ada penyelenggara pemerintahan yang tidak mau melaksanakan perintah UU,” kata Mualimin.

Dia melanjutkan tidak dilaksanakannya perintah/kewajiban terkait tahapan pelaksanaan pilkada itu oleh KPU, DPRD, gubernur, atau menteri dalam negeri merupakan bentuk pelanggaran yang dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Karena itu, pelaksanaan pilkada dibutuhkan banyak pembenahan menyangkut kelembagaan pilkada seperti KPUD, DPRD, gubernur termasuk penguatan partai politik pengusung.

“Pemerintah memohon majelis MK untuk memberi putusan atas pengujian UU Pemda ini dengan bijaksana dan seadil-adilnya (ex aquo et bono),” harapnya.  
Tags:

Berita Terkait