Pemerintah Diminta Terbitkan Terjemahan Resmi KUHP dalam Bahasa Indonesia
Utama

Pemerintah Diminta Terbitkan Terjemahan Resmi KUHP dalam Bahasa Indonesia

Penggugat juga meminta majelis memutuskan perintah penundaan untuk mengesahkan RKHUP.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Kedudukan hukum

M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata (hal.111-136), mengatakan yang bertindak sebagai penggugat harus orang yang benar-benar memiliki kedudukan dan kapasitas yang tepat menurut hukum. Keliru dan salah bertindak sebagai penggugat mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil.

 

Dalam gugatan ini, para Penggugat menjelaskan kedudukan mereka yaitu sebagai badan hukum yang kerap bersentuhan dan berhubungan langsung dengan penerapan KUHP. Penerapan itu sendiri telah terjadi di dalam fase/tahap penyidikan, penuntutan hingga sidang  pengadilan. Padahal hingga saat ini KUHP masih belum memiliki terjemahan resmi bahasa Indonesia dari Para Tergugat sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 24/2009. 

 

“Atas alasan inilah Para Penggugat telah dirugikan karena aparat penegak hukum hingga saat ini tidak memiliki pemahaman dan penafsiran yang seragam mengenai KUHP. Para Penggugat menilai Para Tergugat telah lalai dengan tidak memberikan terjemahan resmi KUHP.

 

Berdasarkan hal tersebut maka Para Tergugat dianggap terbukti melakukan suatu kelalaian yang mengakibatkan Para Penggugat mengalami kerugian immaterial yakni tidak adanya kepastian hukum pidana materil dari tahap penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan persidangan.

 

Kerugian immateril yang paling nyata adalah kebingungan Para Penggugat ketika mendampingi pencari keadilan yang tengah menghadapi perkara pidana. Dampak dari kondisi tersebut adalah hak pencari keadilan untuk mendapatkan proses hukum yang adil menjadi terabaikan oleh karena kelalain Para Tergugat.

 

Petitum dalam provisi Penggugat meminta agar majelis hakim memerintahkan untuk menunda pembahasan RKUHP. Sedangkan dalam pokok perkara menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan lalai tidak membuat terjemahan resmi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) berbahasa Indonesia resmi.

 

Kemudian memerintahkan Para Tergugat untuk membuat Terjemahan resmi bahasa Indonesia dalam KUHP. Dan terakhir meminta kepada Para Tergugat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk menyatakan permohonan maaf melalui 5 media cetak nasional selama beberapa hari berturut-turut.

Tags:

Berita Terkait