Pemerintah Dinilai Gagal Jalankan Amanat UU Penyiaran
Berita

Pemerintah Dinilai Gagal Jalankan Amanat UU Penyiaran

Bila RUU di DPR tidak dikawal ketat, bukan mustahil Indonesia kembali ke sistem penyiaran yang otoriter.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit

Kegagalan pemerintah dalam menjalankan UU Penyiaran semakin terbukti selama tiga masa Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) yang berbeda, UU Penyiaran tidak bisa dijalankan. Perizinan berantakan, sistem jaringan yang tidak dijalankan, LPP tidak berkembang, lembaga penyiaran komunitas hancur, lembaga penyiaran lokal dikerdilkan, KPI dikerdilkan, terjadi pemusatan kepemilikan dan perlindungan terhadap SDM iklan lokal tak dijalankan.

Salah satu kelemahan UU Penyiaran tahun 2002, lanjut Ade, adalah tidak adanya pembatasan kepemilikan stasiun televisi oleh satu pihak. Saat ini, faktanya membuktikan kepemilikan beberapa stasiun televisi dimiliki oleh satu orang karena tidak ada aturan yang jelas.

Saat ini, tengah dibahas RUU Penyiaran untuk mengembalikan roh demokratisasi dalam dunia penyiaran. Namun, pembahasan RUU Penyiaran seakan jalan ditempat karena Kominfo mengeluarkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang pada dasarnya mencegah demokratisasi penyiaran. Contohnya, DIM dari pemerintah meyebutkan penyiaran dikuasai oleh negara dan pembinaannya diatur oleh pemerintah.

"Seolah-olah kembali ke masa orde baru," jelas Ade.

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengatakan, di Indonesia konsentrasi kepemilikan media pada segelintir orang telah dilarang berdasarkan UU Penyiaran. Namun permasalahannya adalah UU Penyiaran dan peraturan perundang-undangan lain dibawahnya masih belum mampu menjadi garda depan untuk mencegah terjadinya konglomerasi dalam industri media.

"Konglomerasi media tersebut dimungkinkan terjadi karena UU Penyiaran tidak mengatur kepemilikan holding company," kata Mahfudz.

Oleh karena itu, diperlukan satu aturan perundang-undangan yang baru, yang dapat mengatur secara komprehensif tentang permasalahan yang ada dalam industri penyiaran. Saat ini, lanjut Mahfudz, DPR sedang berhadapan secara diametral RUU Penyiaran versi DPR yang demokratis dengan RUU Pemerintah yang otoriter.

RUU Penyiaran yang dihasilkan oleh DPR sudah sesuai berdasarkan UUD 1945, Pancasila dan prinsip universal serta mengambil referensi dari negara demokrasi di dunia. Mahfudz menjelaskan, RUU penyiaran yang dihasilkan oleh DPR memang harus bertarung dengan paham RUU Penyiaran yang mengembangkan prinsip otoritarianisme bahkan nasionalisme yang keliru, yang meletakkan sepenuhnya hanya kepada kekuasaan pemerintah.

"Bila RUU DPR tidak dikawal secara ketat, bukan mustahil Indonesia kembali dalam sebuah sistem penyiaran yang otoriter," ungkapnya.

Staf Ahli Komunikasi dan Media Massa Kominfo Heri Subiakto menegaskan, penguasaan penyiaran yang diletakkan di tangan pemerintah merupakan amanat dari UUD 1945 Pasal 33 ayat 3. "Semua kekayaan alam, termasuk frekuensi yang digunakan dalam penyiaran itu diatur oleh pemerintah," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait