Pemerintah Dinilai Lebih Utamakan Pertumbuhan Ekonomi Ketimbang Perlindungan Lingkungan
Terbaru

Pemerintah Dinilai Lebih Utamakan Pertumbuhan Ekonomi Ketimbang Perlindungan Lingkungan

Terbitnya perubahan UU Minerba dan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuat perlindungan lingkungan hidup semakin rentan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembaruan hukum lingkungan di tingkat sektoral terus berkembang. Tapi belakangan ini terjadi kemunduran perlindungan lingkungan hidup yang ditandai terbitnya beberapa peraturan, salah satunya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Deputi Direktur ICEL, Grita Anindarini, mengatakan regresi perlindungan lingkungan hidup tidak hanya terlihat dari peraturan/kebijakan terkait UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), tapi juga ketentuan lingkungan hidup dalam peraturan atau kebijakan sektoral.

“Relaksasi atau perubahan kebijakan terkait perlindungan lingkungan dilakukan dengan alasan utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Grita dalam webinar bertema “Hukum Lingkungan Indonesia dari Masa ke Masa”, Kamis (22/7/2021). (Baca Juga: Putusan Ini Berdampak Positif bagi Perlindungan Lingkungan Hidup)

Grita mengatakan pencegahan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup perlu dilakukan sejak tahap perencanaan. Itulah salah satu tujuan terbitnya UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mensyaratkan rencana tata ruang perlu mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung. Mekanisme tata ruang kemudian masuk dalam UU PPLH sebagai instrumen pencegahan.

UU PPLH juga memperkenalkan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk mengintegrasikan pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Setelah terbit UU Cipta Kerja norma yang digunakan untuk mengintegrasikan KLHS menjadi “dengan memperhatikan.”

Kelompok masyarakat sipil beberapa kali mengajukan gugatan terhadap sejumlah ketentuan terkait tata ruang. Misalnya, judicial review rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Timur No.1 Tahun 2016. RTRW itu digugat salah satunya karena menetapkan kawasan lindung karst yang jauh dari ketentuan dan penetapan wilayah pertambangan di Samarinda yang mencapai 71 persen dari luas kawasan.

Kemudian RTRW Riau No.10 Tahun 2018 karena penetapan kawasan lindung gambut hanya sebesar 0,43 persen dan jauh di bawah alokasi minimal 30 persen menjadi kawasan lindung sebagaimana PP Perlindungan Gambut. Pada sektor kehutanan, Grita mencatat pertama kali diatur UU No.5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait