Pemerintah Godok Aturan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Sektor Digital
Terbaru

Pemerintah Godok Aturan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Sektor Digital

DJKI Kementerian Hukum dan HAM ingin memastikan ekspresi baik itu berupa seni musik/lagu, buku/karya tulis, seni pertunjukan, maupun seni rupa diapresiasi dengan baik oleh penikmatnya.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Godok Aturan Perlindungan Kekayaan Intelektual di Sektor Digital
Hukumonline

Non Fungible Token (NFT) sempat menjadi pembicaraan publik tatkala Ghozali Everyday meraup kentungan hingga miliaran rupiah dengan menjual foto-fotonya di salah satu marketplace bernama OpenSea. NFT merupakan salah satu aset turunan kripto berbentuk token yang tidak dapat ditukar, dan merupakan berkas digital unik yang identitas dan kepemilikannya diverifikasi pada rantai blok. NFT umumnya adalah berkas yang diunggah ke pasar lelang namun memiliki sifat tidak saling bertukar, contohnya karya seni digital.

Jika  melihat kegunaannya, NFT merupakan teknologi yang membawa kemudahan namun sekaligus tantangan untuk para kreator seni. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Anggoro Dasananto, menerangkan bahwa saat ini pihaknya tengah mencari solusi terhadap tantangan baru di era digital ini. Anggoro mengatakan kemajuan teknologi berupa NFT itu bisa jadi solusi untuk pembajakan karena sistemnya blockchain yang bisa menjadi identitas karya.

“Namun di sisi lain, kita juga harus pikirkan bagaimana memastikan karya yang diunggah di sistem NFT itu benar-benar karya milik orang yang mengunggahnya pertama kali?” kata Anggoro, Jumat (22/7).

Baca Juga:

Oleh karena itu saat ini pemerintah tengah mendiskusikan peraturan yang dapat mengatur kemajuan teknologi terutama di bidang kekayaan intelektual (KI). DJKI Kementerian Hukum dan HAM ingin memastikan ekspresi baik itu berupa seni musik/lagu, buku/karya tulis, seni pertunjukan, maupun seni rupa diapresiasi dengan baik oleh penikmatnya.

Senada dengan Anggoro, pelukis Astuti Kusumi juga sepakat bahwa kemajuan teknologi telah memudahkan pemasaran dan pengembangan bisnis produk seni rupa. Kini perupa bisa memiliki akses yang lebih luas untuk memamerkan karya dan berinteraksi dengan penikmat karyanya berkat teknologi informasi.

“Memang ada kebutuhan teknologi untuk perupa-perupa tertentu, tapi ada juga perupa konvensional yang terkena dampak negatif dengan kehadiran teknologi,” imbuh Astuti.

Tags:

Berita Terkait