Pemerintah Jelaskan Dua Fungsi Investasi Dana PPS
Terbaru

Pemerintah Jelaskan Dua Fungsi Investasi Dana PPS

Dalam periode berlakunya PPS, Wajib Pajak diberi kesempatan untuk secara sukarela mengungkapkan harta yang belum atau tidak dilaporkan dalam tax amnesty (untuk kebijakan I) atau harta yang selama ini belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (untuk kebijakan II).

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Ada dua kebijakan yang ditawarkan oleh Pemerintah dalam PPS ini yaitu Kebijakan I yang diperuntukkan bagi Wajib Pajak eks peserta program Pengampunan Pajak (tax amnesty) dan Kebijakan II bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum sepenuhnya melaporkan harta bersihnya yang diperoleh pada tahun pajak 2016 hingga 2020.

Dalam Kebijakan I, pengenaan tarif PPh Final 11 persen diperuntukkan bagi deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri. Selanjutnya, tarif 6 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.

Selanjutnya, dalam Kebijakan II, tarif PPh Final 18 persen dikenakan terhadap deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri, serta 12 persen bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.

Melalui KMK Investasi PPS, Menteri Keuangan menetapkan sebanyak 332 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam sektor pengolahan SDA dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih yang berhak atas tarif terendah dalam PPS ini.

Wajib Pajak eks peserta tax amnesty yang mengikuti program ini dengan jujur sesuai keadaan sebenarnya akan terhindar dari pengenaan sanksi Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak yaitu sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mengikuti program ini, tidak akan diterbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakannya untuk tahun pajak 2016 s.d. 2020. Data/Informasi yang disampaikan Wajib Pajak dalam program ini baik yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana.

“Dengan desain ini, kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan basis pajak diharapkan meningkat sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak. Hal ini diharapkan berkontribusi positif bagi upaya konsolidasi fiskal”, lanjut Febrio.

Di samping itu, negara-negara telah berkomitmen untuk ikut serta dalam perjanjian internasional di bidang perpajakan yang mewajibkan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 pun telah memberikan payung hukum bagi akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Semua hal ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

“Oleh karena itu, PPS seharusnya merupakan kesempatan terbaik yang disediakan pemerintah dan seyogianya digunakan sebaik-baiknya oleh Wajib Pajak”, tutup Febrio.

Tags:

Berita Terkait