Pemerintah Lanjutkan Upaya Luruskan Berbagai Kebijakan Energi
Berita

Pemerintah Lanjutkan Upaya Luruskan Berbagai Kebijakan Energi

UU tentang Energi dan PP tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan agar Indonesia membentuk CPE yang di berbagai negara lain disebut sebagai SPR.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Sudirman Said. Foto: RES
Menteri ESDM Sudirman Said. Foto: RES

Pemerintah memutuskan menunda pelaksanaan kebijakan dana ketahanan energi (DKE). Hal ini terkait dengan mencuatnya polemik soal dasar hukum pungutan tersebut. Namun, pemerintah menyatakan akan terus melanjutkan upaya-upaya meluruskan berbagai kebijakan pengelolaan energi. Hal ini sesuai amanat UU No.30 Tahun 2007 tentang Energi dan PP No.79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengaku prihatin dengan kondisi Indonesia yang belum memiliki Cadangan Penyangga Energi (CPE) sama sekali hingga saat ini. Padahal, UU tentang Energi dan PP tentang Kebijakan Energi Nasional mengamanatkan agar Indonesia membentuk CPE yang di berbagai negara lain disebut juga sebagai Strategic Petroleum Reserves (SPR), yaitu suatu cadangan simpanan minyak mentah dan BBM yang hanya digunakan dalam keadaan darurat.

Ia membandingkan, negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara saja sudah berpikir maju untuk menyisihkan CPE mereka. Ia menyebut, Myanmar mengantongi CPE untuk 4 bulan, sementara Thailand memiliki CPE untuk 80 hari, dan Vietnam untuk 47 hari. "Perlu kiranya kita terus mengkaji dan mempedomani UU Energi dan PP Kebijakan Energi Nasional,” kata Sudirman dalam siaran pers, Selasa (5/1).

Tak hanya mengamanatkan CPE, menurut Sudirman UU Energi dan PP Kebijakan Energi Nasional juga memberi mandat peningkatan bauran energi terbarukan. Di dalam aturan tersebut diatur bahwa agar pada tahun 2025 bauran energi baru dan energi terbarukan kita sudah harus mencapai 23%. Sementara saat ini bauran EBT Indoensia baru mencapai 7%.

Sudirman menambahkan, DKE diperlukan pula untuk mempercepat pembangunan akses energy bagi desa-desa terpencil. Ia mengakui, hingga kini masih ada lebih dari 2.500 desa yang belum terjangkau aliran listrik sama sekali. Belum lagi, hampir 13.000 desa lainnya hanya bisa dipasok energi listrik berbasis energi baru dan terbarukan.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa DKE bisa digunakan untuk meningkatkan Rasio Penggantian Cadangan (Reserve Replacement Ratio) migas Indonesia menjadi 100%. Hal ini terkait dengan situasi terpuruknya harga minyak dunia yang diperkirakan akan berlangsung cukup lama. Oleh karenanya, ia menekankan bahwa usaha-usaha eksplorasi migas Indonesia juga perlu mendapatkan perhatian serius dengan meningkatkan peran dan keterlibatan negara dalam eksplorasi.

"Hal-hal demikian hanya bisa dicapai jika kita memilki sumber dana tambahan untuk memberi stimulus dan membiayai program-program rintisan, yang belum memungkinkan diserahkan kepada dan/atau dilaksanakan oleh korporasi atau pelaku bisnis energi," katanya.

Sudirman menjelaskan, belajar dari negara-negara sahabat Indonesia, pembentukan dan pengelolaan DKE menjadi penanda kehati-hatian dan kepedulian akan masa depan. Ia menyebutkan, sudah banyak negara yang membentuk dana tersebut untuk menyokong cadangannya.

Menurut Sudirman, Norwegia memiliki DKE senilai AS$17 miliar, plus Petroleum Fund senilai AS$836 miliar. Inggris dan Australia memiliki masing-masing AS$1,5 miliar dan AS$1,8 miliar. Bahkan Timor Timur negara tetangga yang jauh lebih kecil dan belum lama membangun sektor energinya telah mengakumulasi Petroleum Fund sampai dengan AS$17 miliar.

“Mungkin akan ada opsi untuk menarik pungutan DKE dari badan usaha yang bergerak di bidang energi tidak terbarukan. Upaya tersebut juga sebagai jalan keluar supaya semua tujuan tercapai. Sebagai konsekuensi pemerintah melalui regulasi harus memberi margin yang lebih longgar kepada Badan Usaha," katanya. 
Tags:

Berita Terkait