Pemerintah Libatkan Organisasi Masyarakat Sipil Susun Panduan Bisnis dan HAM
Berita

Pemerintah Libatkan Organisasi Masyarakat Sipil Susun Panduan Bisnis dan HAM

Pemerintah merespons dorongan pembuatan Panduan Bisnis dan HAM.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Penyerahan dokumen perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil disaksikan Dirjen HAM Mualimin Abdi (membelakangi kamera). Foto: Istimewa
Penyerahan dokumen perjanjian kerjasama antara Pemerintah dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil disaksikan Dirjen HAM Mualimin Abdi (membelakangi kamera). Foto: Istimewa
Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM diketahui telah menandatangani perjanjian kerjasama (PKS) dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil untuk menyusun panduan tersebut, pada 8 Juli lalu. International NGO Forum on Indonesian Development (Infid) dan Ditjen HAM bersama-sama menyusun naskah akademik dan uji tuntas untuk bisnis dan HAM. Kesepakatan kedua lembaga diteken Direktur Kerjasama Ditjen HAM, Arry Ardanta Sigit dengan Direktur Infid Sugeng Bahagio.

Selain itu, diteken pula kerjasama Ditjen HAM dengan Human Rights Working Group (HRGW) untuk implementasi RAN HAM 2015-2019, dan dengan Indonesian Global Compact Network (IGCN) untuk penyusunan modul dan peningkatan kapasitas untuk bisnis dan HAM. RANHAM 2015-2019 diatur dalam Perpres No. 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019.

Dalam acara penandatanganan dokumen kerjasama itu, Dirjen HAM Mualimin Abdi mengatakan pemerintah tentu perlu  bekerjasama dan mendapat dukungan dari banyak pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil dalam kerja-kerja pemajuan, perlindungan, penegakan dan pemenuhan HAM.

Dorongan tentang pentingnya Pemerintah membuat panduan bisnis dan HAM juga datang dari Komnas HAM. Panduan itu perlu sebagai pedoman bagi perusahaan dalam mengembangkan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Termasuk di dalamnya mekanisme pertanggungjawaban perusahaan jika terjadi bencana di lokasi perusahaan yang menyebabkan kerugian terhadap masyarakat sekitar. ((Baca juga: Pemerintah Perlu Susun Panduan Bisnis dan HAM).

Komisioner Komnas HAM, M. Nurkhoiron, misalnya, menyebut pentingnya menyelaraskan aktivitas perusahaan dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang ini menjamin hak masyarakat jika merasa dirugikan oleh aktivitas perusahaan. Termasuk pula, menyelaraskan aktivitas perusahaan dengan prinsip-prinsip pengakuan masyarakat adat di sekitar hutan (untuk perusahaan yang bergerak di  bidang kehutanan).

Kepatuhan perusahaan terhadap prinsip-prinsip HAM dalam berbisnis juga penting karena saat ini semakin banyak jerat hukum yang mengancam kegiatan usaha. Aparat penegak hukum sudah meningkatkan komitmen untuk menerapkan jerat korporasi terhadap perusahaan-perusahaan yang melanggar. (Baca juga: Korporasi Tambang Perlu Simak 3 Rekomendasi Komnas HAM Ini).

Senior Program Officer Infid, Mugiyanto, menjelaskan pentingnya penyusunan Rencana Aksi HAM dan Bisnis. Ia meminta Pemerintah segera menentukan Kementerian yang menjadi vocal point penyusunan rencana aksi tersebut.

Saat ini Komnas HAM bekerjasama dengan kelompok masyarakat sipil telah menyusun kertas kerja untuk RAN Bisnis dan HAM, dan akan diluncurkan dalam waktu dekat. Kertas kerja ini selanjutnya akan diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
Tags:

Berita Terkait