Pemerintah Mesti Konsisten Wajibkan Publik Gunakan Rupiah
Kewajiban Penggunaan Rupiah

Pemerintah Mesti Konsisten Wajibkan Publik Gunakan Rupiah

Bakal ada pihak yang dirugikan dengan kewajiban penggunaan mata uang rupiah.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Mesti Konsisten Wajibkan Publik Gunakan Rupiah
Hukumonline
Kewajiban setiap warga negara menggunakan mata uang rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah diatur dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Begitu pula warga negara asing yang masuk ke wilayah wajib menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya. Aturan tersebut diperkuat dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.

Oleh sebab itu, pemerintah diminta mesti konsisten menerapkan dengan aturan tersebut, termasuk perangkat penegakan hukum. “Pemerintah harus menegakan aturan tersebut dan Bank Indonesia (BI) harus konsisten menegakan aturan tersebut,” ujar anggota Komisi XI DPR, Muhammad Misbakhun,di Gedung DPR Kamis (28/5).

Peundangan dan peraturan turunan tersebut mesti dilaksanakan secara baik dan konsisten. Menurutnya,penggunaan mata uang rupiah sebagai perwujudan kedaulatan negara dalam bidang ekonomi, sekaligus memperkuat nilai mata uang rupiah. Ia menekankan agar pemerintah tak hanya membuat aturan tanpa pelaksanaan yang kuat.

“Untuk itu transkasi di wilayah NKRI harus menggunakan mata uang rupiah. Tinggal bagaimana aturan itu ditegakan,” imbuhnya.

Misbakhun mendukung penuh upaya pemerintah yang mewajibkan seluruh rakyat Indonesia dan warga negara asing yang masuk ke wilayah NKRI menggunakan mata uang rupiah dalam segala transaksinya. Pasalnya,penggunaan mata uang asing di wilayah NKRI merupakan pelanggaran hukum. Atas dasar itulah, BI dan perangkat hukum seperti kepolisian mesti bergerak melakukan law enforcement.

Politisi Partai Golkkar itu berpandangan,mestinya UU Mata Uang sudah efektif penerapannya, apalagi sudah berlangsung sejak 2011. Kendati demikian, Misbakun menyadari terkadang pemerintah maupun masyarakat tidak konsisten dengan aturan. Ketidakonsistenan itu acapkali membuat dispensasi terlampau banyak.

“Aturannya belum tegak, kemudian PBI-nya sudah mengatur begitu dan penegakan hukum terhadap aturan itu lemah. Sehingga aturan tinggal aturan, karena di lapangan tidak diawasi,” katanya.

Pasal 21 ayat (1) UU 7/2011 menyebutkan, “Rupiah wajib digunakan dalam: a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran; b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau c. transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Sedangkan dalam Pasal 2 ayat (1) PBI 17/2015 menyebutkan, “Setiap pihak wajib menggunakan Rupiah  dalam transaksi yang dilakukan  di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Ayat (2) menyebutkan,“ Transaksi sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) meliputi: a;setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran. b;penyelesaian kewajiban lainnyayang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau c;transaksi keuangan lainnya”.

Terpisah, pengamat ekonomi dan perbankan,Aviliani,mengamini keberadaan PBI tersebut. Menurutnya langkah BI menerbitkan PBI tentang kewajiban pengunaan mata uang rupiah sudah tepat. Apalagi telah terdapat UU Mata uang. Menurutnya,permintaan mata uang Dolar Amerika tak saja diperuntukan kebutuhan ekspor impor, namun permintaan serupa juga cukup tinggi di dalam negeri.

“Dan ini membuat pelemahan rupiah kita menjadi besar kalau di dalam negeri meminta Dollar Amerika,” ujarnya.

Kendati demikian, Aviliani berpandangan bakal ada pihak yang dirugikan dengan kewajiban penggunaan mata uang rupiah. Misalnya di pelabuhan.Pasalnya,penggunaan mata uang dolar digunakan dalam rangka melakukan transaksi pembayaran kapal. Sementara jika menggunakan mata rupiah cenderung lebih mahal karena perbedaan kurs mata uang. Kapal yang digunakan tentu kapa milik negara asing.

Aviliani menyarankan agar ada dispensasi dan persetujuan dengan jangka waktu tertentu dalam penggunaan mata uang asing di sektor pelabuhan, namun mesti ada batasan waktu. Misalnya,penggunaan mata uang asing di pelabuhan sampai 2017.

“Setelah itu ke depan tidak boleh lagi. Kemudian Pelindo ke depan menggunakan kapal dalam negeri misalnya. Jadi orang merubah penggunaanya bukan mata uangnya tapi transaksinya dan barang-barangnya  maupun jasanya dari dalam negerinya juga,” ujarnya.

Sosialisasi dan pengawasan
Dalam rangka  sosialisasi PBI tentang Kewajiban Penggunaan Mata Uang Rupiah di Wilayah NKRI, Komisi XI DPR  telah melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah. Termasuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan mata uang. Menurut Misbakhun, komisi tempatnya bernaung akan melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke wilayah perbatasan. Bahkan, rencananya Komisi XI bakal mengajak aparat kepolisian melakukan sidak.

“Di mana penggunaan mata uang asing masih diterapkan (di wilayah perbatasan), termasuk di Bali dan Jakarta, Bank itu masing menggunakan rate dollar, itu sudah tidak benar harusnya BI melakukan teguran,” ujarnya.

Selain itu, BI secara sendiri wajib mensosialisasikan PBI tersebut secara intensif. Terlebih, BI sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dan tugas melakukan sosialisasi terhadap peraturan yang dibuatnya, khususnya terhadap kalangan perbankan. “Tapi kami DPR beberapa kali kunjungan kerjanya melakukan itu (sosialisasi),” ujarnya.

Aviliani menambahkan BI sudah melakukan sosialiasi. Pasalnya PBI sudah beberapa bulan diterbitkan. Sayangnya, kata Aviliani, masih banyaknya masyarakat yang belum melaksanakan aturan tersebut dengan menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya. Padahal dengan adanya UU Mata Uang dan PBI tersebut dinilai sudah cukup regulasi yang mewajibkan publik di wilayah NKRI menggunakan mata uang rupiah.

“Cuma orang kan belum jalanin saja,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait