Pemerintah Putuskan Kewenangan Pertanahan Dikembalikan Lembaga Terkait
Berita

Pemerintah Putuskan Kewenangan Pertanahan Dikembalikan Lembaga Terkait

Pemerintah mengganti konsep Single Land Administration System tersebut ke dalam satu sistem penyelaras yakni Sistem Sinkronisasi Informasi Tanah, Wilayah dan Kawasan di sejumlah kementerian terkait.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengembalikan kewenangan pengelolaan tanah kepada masing-masing kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian (K/L) karena setiap instansi memiliki keperluan berbeda-beda sehingga sulit untuk diintegrasikan dalam waktu dekat.

 

"Akhirnya hari ini diputuskan, sudah sepakat semua, masalah kewenangan K/L kami kembalikan kepada K/L. Kemudian masalah tambang, selama ini itu kami kecualikan. Pokoknya wewenang K/L berdasarkan undang-undang yang ada, kami tetap kembalikan kepada K/L," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil usai mengikuti rapat internal membahas RUU Pertanahan di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Kamis (29/8/2019) seperti dikutip Antara.

 

Turut hadir dalam rapat yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla itu antara lain Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Baca Juga: DPR Minta Pembahasan RUU Pertanahan Libatkan Kementerian Terkait

 

Awalnya, tim dari pemerintah pusat, yang dikoordinasi oleh Wapres Jusuf Kalla, mengusulkan untuk membentuk sistem administrasi tanah satu atap atau Single Land Administration System. Sistem tersebut diharapkan dapat mempermudah pengelolaan data tanah dari seluruh K/L. Namun, rencana pemerintah ini mendapat kritik dari beberapa K/L terkait karena terbentur regulasi yang selama ini sudah diterapkan di masing-masing K/L.

 

"Jadi kalau diubah, nanti undang-undang (UU) di lima sektor itu berubah, kan panjang sekali. Maka, kami maksimalkan di lima sektor, KLHK, pertambangan, kelautan, perkebunan, kemudian undang-undang yang menyangkut otonomi daerah," jelasnya.

 

Pemerintah akhirnya mengganti konsep Single Land Administration System tersebut ke dalam satu sistem penyelaras yakni Sistem Sinkronisasi Informasi Tanah, Wilayah dan Kawasan, khususnya di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Kementerian Kelautan dan Perikanan; dan Kementerian Dalam Negeri.

 

Sofyan menegaskan RUU Pertanahan ini tidak akan menggantikan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, melainkan merevisi beberapa pasal dalam UU Pokok-Pokok Agraria yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini. "Tidak menggantikan, sebagian ada pasal-pasal tertentu yang tidak berlaku karena tidak cocok lagi. Kami mengembangkan lebih lanjut ketentuan UU Pokok Agraria," kata Sofyan

Tags:

Berita Terkait