Pemerintah Rampungkan RPP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
Berita

Pemerintah Rampungkan RPP Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Perlu adanya batasan (safeguard) yang tegas untuk aspek lingkungan dan budaya/kearifan lokal/adat/sejarah yang tidak boleh dikorbankan untuk investasi dalam PP dan regulasi turunan dari UU Cipta Kerja.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Menteri Koordinator dan Perekonomian, Airlangga Hartanto. Foto: RES
Menteri Koordinator dan Perekonomian, Airlangga Hartanto. Foto: RES

Setelah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan oleh DPR bersama pemerintah pada Oktober lalu, penyusunan RPP dan RPerpres langsung dikebut oleh pemerintah. Dalam pembahasan aturan turunan UU Ciptaker ini, pemerintah menampung aspirasi publik lewat beberapa seminar dan draf RPP dan RPerpres juga bisa diakses oleh publik.

Kini penyusunan draf RPP dan RPerpres sebagai peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja saat ini telah hampir rampung. Salah satu aturan turunan UU Cipta Kerja yang sedang dirampungkan itu, berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Tatacara Pengawasan, yang akan menetapkan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) dalam mengimplementasikan konsep perizinan berbasis risiko atau Risk Base Approach (RBA).

Seperti diketahui, saat ini setiap kegiatan usaha dipersyaratkan memiliki berbagai izin yang cukup banyak untuk melakukan kegiatan usaha, tanpa mempertimbangkan skala usaha maupun kompleksitas kegiatan usaha. Setiap Kementerian/Lembaga (K/L) memiliki pola dan kebijakan yang berbeda dalam mengatur perizinan usaha di sektornya. Akibatnya, sangat banyak peraturan (hyper regulation) yang mengatur tentang perizinan untuk usaha. Tumpang tindih pengaturan antar sektor (K/L), sehingga memungkinkan satu kegiatan usaha dapat memiliki kewajiban untuk memproses izin lebih dari satu.

NSPK tidak terstandardisasi baik dari segi persyaratan yang harus dipenuhi maupun dari jangka waktu penyelesaian serta dari proses penyelesaiannya baik di K/L maupun di Pemda, sehingga implementasi di lapangan bervariasi sehingga belum memberikan kepastian dalam berusaha, dan pada akhirnya pelaksanaan pengawasan kegiatan usaha tidak optimal dilakukan. (Baca: Begini Kemudahan Izin Usaha Kecil dalam UU Cipta Kerja)

Melalui RPP ini, Pemerintah menetapkan perizinan menggunakan pendekatan berbasis risiko untuk menetapkan jenis perizinan berusaha pada seluruh sektor usaha. Setiap K/L dan Pemda menggunakan pola yang sama, yaitu pendekatan berbasis risiko dalam kebijakan perizinan berusaha untuk bidang usaha. Setiap K/L melakukan analisis tingkat risiko dan menetapkan tingkat risiko usaha yaitu tingkat risiko Rendah, Menengah atau Tinggi. Dengan demikian, membuka usaha di Indonesia akan menjadi lebih mudah dan cepat, serta menciptakan kepastian usaha.

“Perizinan berusaha yang berbasis risiko akan memberikan kemudahan dan kepastian, sesuai arahan Bapak Presiden agar segera dilakukan pemangkasan Perizinan Berusaha, penyederhanaan Prosedur Perizinan dan penerapan Standar Usaha. Dengan demikian, perizinan akan lebih mudah dan cepat, dan pengawasan akan lebih optimal,” ujar Menteri Koordinator dan Perekonomian, Airlangga Hartanto, dalam pertnyataan tertulis yang dikutip Senin (23/11).

RPP tentang NSPK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja yang mengatur tentang jenis perizinan berusaha untuk kegiatan usaha di semua sektor (kompilasi pengaturan dari 18 K/L yang menjadi pembina sektor dan regulator setiap bidang usaha). Pengelompokan bidang usaha mengacu kepada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2020.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait