Belum juga ditetapkan dalam rapat paripurna, daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023 telah disepakati di tingkat Badan Legislasi (Baleg) bersama pemerintah dan DPD untuk diubah. Ihwal perubahan disebabkan pemerintah mengusulkan lagi 2 revisi UU. Menariknya, aturan yang diusulkan di revisi pemerintah merupakan UU yang baru saja disahkan menjadi UU yakni UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik.
“Kami mengajukan tambahan RUU dalam daftar Prolegnas Prioritas 2023. Terdapat dua usulan tambahan RUU tentang Perubahahan atas UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik,” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly dalam rapat kerja dengan Baleg dan DPD di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (23/11/2022).
Yasonna menerangkan ada arahan Presiden Joko Widodo agar dilakukannya perubahan UU 3/2022 dalam rangka percepatan pembangunan dan perpindangan ibu kota negara. Karenanya, materi perubahan terhadap UU 3/2022 dalam rangka penguatan otoritas ibu kota negara secara optimal melalui pengaturan kewenangan secara khusus. Antara lain soal optimalisasi pengaturan pengadaan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan kekayaan ibu kota negara yang dipisahkan, pembiayaan kemudahan berusaha, dan penanaman modal. Serta ketentuan hak atas tanah yang progresif hingga keberlangsungan pembangunan ibu kota negara.
Nah poin-poin tersebut menjadi urgensi pentingnya dilakukannya perubahan terhadap berbagai aturan yang terdapat dalam UU 3/2022. Selain itu, revisi UU 3/2022 belum masuk dalam daftar Prolegnas jangka menengah 2020-2024. Karena itulah pemerintah mengusulkan revisi UU 3/2002 pun masuk dalam daftar Prolegnas jangka menengah 2020-2024 sekaligus diusulkan masuk Prolegnas 2023.
Kemudian soal RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik sama halnya dengan revisi UU 3/2022 yang belum masuk dalam daftar Prolegnas jangka menengah 2020-2024 maupun Prolegnas 2023. Menurutnya, presiden memberikan arahan agar menyiapkkan RUU tersebut sebagai payung hukum percepatan program transformasi digital pengadaan barang dan jasa.
Ia melanjutkan urgensi RUU Pengadaan Barang dan Jasa Publik karena belum adanya peraturan yang komprehensif dan sistemik sebagai pengejawantahan beberapa UU terkait pengadaan barang dan jasa. Seperti UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menerangkan keberadaan RUU tersebut ditujukan untuk menjamin asas-asas umum pemerintahan yang bak dalam pengadaan barang dan jasa. Kemudian penciptaan pasar yang efisien, pengembangan industri dalam negeri, serta mengakomodir digitalisasi dalam rangka satu data nasional.