Pemerintah Tegaskan Pengenaan Royalti untuk Lindungi Hak Cipta
Berita

Pemerintah Tegaskan Pengenaan Royalti untuk Lindungi Hak Cipta

Ada pengecualian untuk UMKM. Jika pelaku usaha merasa keberatan atas pengenaan royalti, bisa melakukan diskusi bersama LMKN.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

PP No. 56 Tahun 2021 juga memberikan keringanan pengenaan royalti bagi usaha mikro atau UMKM yang diatur dalam Pasal 11. Pasal  ini menyebutkan: “(1) Setiap Orang yang melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik yang merupakan usaha mikro sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah diberikan keringanan tarif Royalti. (2) Keringanan tarif Royalti untuk usaha mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.”

Dalam sesi diskusi IG Live Hukumonline dengan tema “’Dendang’ Tagihan Royalti Musik Untuk Usaha Komersial”, Sabtu (10/4), Freddy menegaskan pelaku usaha, termasuk UMKM dapat menyampaikan poin-poin keberatan ke Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Adapun poin-poin kesepakatan tersebut nantinya bisa disampaikan kepada Menteri, dan kemudian akan ditetapkan dengan SK Menteri.

“Sebenarnya ini kesepakatan B2B, dapat kesepakatan lalu nanti dituangkan di SK Menteri agar lebih transparan. Misalnya SK Menteri tentang tarif, jika keberatan silahkan didiskusikan ke LMKN,” imbuhnya.

Selain itu jika UMKM merasa keberatan atas tarif royalti bisa memberikan statement. Namun dia mengingatkan kepada para pengusaha untuk tidak berlindung dibalik UMKM.  Bagi usaha dengan skala besar dan sanggup untuk membayar royalti, diharapkan untuk tetap membayar royalti. Poin-poin keberatan lain bisa disampaikan ke LMKN. Kemudian untuk para pencipta lagu atau pemilik karya yang tidak ingin menarik royalti, Freddy meminta untuk mengumumkan free royalty.

Saat ini Freddy mengaku tengah fokus untuk membangun data center yang dinamakan dengan Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM). SILM berguna untuk transparansi dan akuntabilitas terkait pemilik hak cipta dan hak terkait lainnya. Pembangunan data center ini tidak melibatkan APBN karena pemerintah tidak akan mengambil manfaat dari royalti kecuali pajak.

“Jika ada para pemilik lagu atau pencipta lagu yang tidak ingin menarik royalti atas karyanya, umumkan kalau saya free royalty. Tapi kalau ada yang pakai lagu dia dan usahanya sukses dan kaya, jangan protes. Kita harus punya data lagu, SILM. Harusnya tahun ini bikin data centernya, cuma belum ada pihak yang mau siapkan dana ratusan miliar untuk membangun data center dengan skema Public Private Partnership (PPP). Yang mau silahkan siapkan dana ratusan miliar untuk data center, bikin yang benar-benar bagus bukan abal-abal,” pungkasnya.

Sebelumnya Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ari Juliano Gema, mengatakan PP No.56 Tahun 2021 ini hanya mempertegas kewajiban pembayaran royalti untuk lagu dan/atau musik. Selama ini kewajiban pembayaran royalti memang sudah sejak berlakunya UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, dan penarikan royalti kepada pengguna lagu dan/atau musik telah dijalankan sejak 1990-an.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait