Pemerintah Tegaskan Pengenaan Royalti untuk Lindungi Hak Cipta
Berita

Pemerintah Tegaskan Pengenaan Royalti untuk Lindungi Hak Cipta

Ada pengecualian untuk UMKM. Jika pelaku usaha merasa keberatan atas pengenaan royalti, bisa melakukan diskusi bersama LMKN.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

“Selama ini sudah ada kewajiban pembayaran royalti sejak UU Hak Cipta pertama kali terbit tahun 1982,” kata Ari Juliano Gema saat dihubungi Hukumonline, Kamis (8/4/2021).

Dalam UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur adanya lembaga manajemen kolektif (LMK) yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.

Dia menyebut LMK jumlahnya banyak dan kadang membingungkan pengguna lagu secara komersial. Misalnya suatu lembaga penyiaran banyak disambangi LMK untuk menagih royalti, sehingga lembaga penyiaran itu bingung. Oleh karena itu dibentuk LMK Nasional (LMKN) yang berfungsi sebagai koordinator LMK.

Ari menjelaskan LMKN berwenang untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari pengguna yang bersifat komersial. Untuk itu, keberadaan PP No.56 Tahun 2021 mempertegas apa yang dimaksud dengan layanan publik bersifat komersial yang dikenakan royalti. Royalti sendiri adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait yang diterima oleh Pencipta atau pemilik Hak Terkait. 

Tags:

Berita Terkait