Pemerintah akhirnya menerbitkan peraturan baru pembayaran manfaat JHT setelah sebelumnya diprotes berbagai kalangan serikat buruh. Peraturan baru itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.4 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Beleid yang diterbitkan pada 26 April 2022 itu mencabut beberapa peraturan sebelumnya. Meliputi Permenaker No.19 Tahun 2015 dan Permenaker No.2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) yang mengharuskan pencairan manfaat JHT saat buruh/pekerja berusia 56 tahun atau memasuki masa pensiun.
Permenaker No.4 Tahun 2022 menegaskan kepesertaan JHT yang terdiri dari peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan peserta bukan penerima upah. Peserta penerima upah terdiri dari pekerja pada perusahaan; pekerja pada orang perseorangan; dan orang asing yang bekerja di Indonesia paling singakt 6 bulan.
Baca Juga:
- Polemik Klaim JHT, Apa Bedanya dengan Jaminan Pensiun?
- Sederhanakan Aturan Klaim, Pemerintah Revisi Permenaker JHT
- Menaker Klaim JHT Kembali ke Aturan Lama, Bahkan Dipermudah
Peserta kategori bukan penerima upah mencakup pemberi kerja; pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri; dan pekerja yang tidak termasuk huruf b yang bukan menerima upah.
Sama seperti peraturan sebelumnya, manfaat JHT dibayarkan kepada peserta yang mencapai usia pensiun; mengalami cacat total tetap; atau meninggal dunia. Bedanya, Permenaker No.4 Tahun 2022 mengatur peserta yang mencapai usia pensiun termasuk peserta yang berhenti bekerja.
“Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi peserta yang mengundurkan diri; peserta terkena pemutusan hubungan kerja; dan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya,” begitu bunyi Pasal 5 ayat (2) Permenaker No.4 Tahun 2022.