Pemohon Minta Tafsir tentang Wajib Kepesertaan BPJS
Berita

Pemohon Minta Tafsir tentang Wajib Kepesertaan BPJS

RPH akan menentukan apakah permohonan ini akan dilanjutkan ke sidang pleno atau tidak.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Kuasa hukum Aan Eko Widiarto (tengah) dalam sidang perbaikan permohonan perkara pengujian UU BPJS, Selasa (20/1). Foto: Humas MK
Kuasa hukum Aan Eko Widiarto (tengah) dalam sidang perbaikan permohonan perkara pengujian UU BPJS, Selasa (20/1). Foto: Humas MK
Sidang perbaikan permohonan pengujian sejumlah pasal dalam UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dipersoalkan sejumlah perusahaan dan perorangan digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (20/1). Dalam persidangan para pemohon memaparkan sejumlah materi perbaikan permohonan yang merupakan saran/masukan majelis panel dalam persidangan sebelumnya.

Kuasa Hukum Para Pemohon, Aan Eko Widiarto mengatakan hal terpenting dalam perbaikan para pemohon memilih agar pasal-pasal yang dimohonkan pengujian ditafsirkan secara bersyarat (inkonstitusional bersyarat) ketimbang penghapusan pasal-pasal. “Kami memilih minta inkonstitusional bersyarat daripada penghapusan seluruh pasal,” ujar Aan dalam sidang yang diketuai Muhammad Alim.

Aan melanjutkan perbaikan lainnya menyangkut melengkapi identitas dua pemohon sebagai pekerja; lampiran bukti AD/ART perusahaan, akta notaris dan SK Menkumham, dan kuasa dari perusahaan masing-masing; memisahkan pernyataan “bertentangan dengan UUD 1945” dan “tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat” dalam petitum.

“Termasuk lembaga Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sekaligus sebagai mitra pemerintah, kita sudah mendapatkan izin dari Menkes, sudah kami masukkan,” papar Aan.

Dia menambahkan adanya keberadaan pasal itu yang mewajibkan kepesertaan hanya kepada BPJS berimplikasi peserta JPKM menjadi tidak ada. Akibatnya, JKPM tidak bisa lagi berpartisipasi lagi memberikan jaminan kesehatan masyarakat. “Kalau istilah KPPU, struktur pasar yang monolistik,” imbuhnya.

Ketua Majelis Panel M. Alim mengatakan majelis akan melaporkan materi perbaikan ini dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). “Nantinya, RPH akan menentukan apakah permohonan ini akan dilanjutkan ke sidang pleno atau tidak. Saudara menunggu saja panggilan dari Mahkamah,” kata Alim.

Sidang sebelumnya, Rabu (7/1) lalu, para pemohon yakni PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bhakti Husada dan PT Abdiwaluyo Mitrasejahtera (perusahaan asuransi), serta Sarju dan Imron Sarbini mempersoalkan 6 pasal dalam UU BPJS. Ketentuan yang disasar yaitu Pasal 15 ayat (1); Pasal 16 ayat (1) dan (2), Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf c, (4); dan Pasal 19 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU BPJS terkait kewajiban memilih BPJS.

Para pemohon menganggap kewajiban mendaftarkan ke BPJS menyebabkan pemberi kerja (Pemohon I dan Pemohon II) tidak bisa memilih penyelenggara jaminan sosial lain. Padahal, jaminan sosial lainnya nyata-nyata lebih baik dari BPJS. Terlebih, adanya sanksi administratif kepada pemberi kerja apabila tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS seperti diatur Pasal 17 ayat (1) dan (2) huruf c, dan ayat (4), UU BPJS. Tetapi, penyelenggara negara tidak dikenai sanksi administratif bila tidak mendaftarkan BPJS bagi pekerja/pegawainya.  

Menurutnya, adanya kewajiban memilih BPJS sebagai penyelenggara jaminan sosial pekerja menyebabkan monopoli dalam penyelenggaraan  jasa layanan jaminan sosial yang berimbas langsung bagi penyedia jasa layanan kesehatan lainnya (perusahaan asuransi lainnya) seperti yang dialami Pemohon III dan Pemohon IV. Mereka menganggap pasal-pasal itu karena dianggap bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1) dan (2) serta Pasal 28H ayat (3) UUD 1945.
Tags: