Pemohon Tak Fokus, Pengujian UU ASN Kandas
Berita

Pemohon Tak Fokus, Pengujian UU ASN Kandas

Pemohon berencana kembali mengajukan permohonan pengujian UU ASN.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tak menerima uji materi sejumlah pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) Forum Perjuangan Honorer Indonesia (FPHI). Pasalnya, materi permohonan dianggap tidak jelas alias kabur (obscuur) karena antara posita (uraian) dan petitum (tuntutan) permohonan tidak sinkron.

“Kedudukan hukum (legal standing) para pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan dan menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua Majelis MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 86/PUU-XII/2014 di Gedung MK, Kamis (22/1).

Sebelumnya, sejumlah anggota FPHI memohon pengujian hampir semua pasal dalam UU ASN itu. Salah satunya, Pasal 6 menyebutkan Pegawai ASN terdiri atas a. PNS; dan b. PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

Intinya, mereka menganggap UU ASN tidak mengakui keberadaan pegawai honorer, seperti yang pernah diatur Pasal 2 ayat (3) UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. UU ASN dianggap sebagai produk hukum yang diskriminatif bagi pegawai honorer yang bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945  

Terlebih, UU ASN yang mengenal PPPK juga bertentangan dengan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No. 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan PNS dan PP Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS.      

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai permohonan tidak fokus menguraikan dengan jelas dan terperinci permohonannya. Soalnya, para pemohon justru mendalilkan sengketa antara berbagai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Misalnya, UU Pokok-Pokok Kepegawaian (yang dicabut oleh UU ASN), UU Kesehatan, UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, serta sejumlah peraturan pemerintah (yang mengakui honorer).

“Semestinya para pemohon memaparkan secara detail pasal-pasal UU ASN yang dimohonkan pengujian dengan alasan dan argumentasi hukum yang jelas dan dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” tutur Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams saat membacakan pertimbangan putusan.    

Ditegaskan Mahkamah sengketa peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang itu tidaklah tepat. Sebab, hal tersebut berhubungan dengan materi muatan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah.

Menurut Mahkamah, antara posita dan petitum permohonan terdapat pertentangan satu sama lain. Dalam posita, para pemohon mempermasalahkan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 65 ayat (2), Pasal 77 ayat (5) dan ayat (6), Pasal 93 hingga Pasal 107, Pasal 131, serta Pasal 137 UU ASN. Namun, para pemohon tidak menyebutkan pasal-pasal yang dipermasalahkan dalam petitumnya, kecuali Pasal 105 ayat (1) huruf e UU ASN.

Selain itu, para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar Pasal 75 ayat (5) dan ayat (6), serta Pasal 120 UU ASN dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, tetapi para pemohon tidak menguraikan pasal-pasal yang dimohonkan tersebut dalam positanya. Sehingga, antara posita dan petitum permohonan tidak sejalan. “Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, permohonan para pemohon kabur atau tidak jelas.”

Usai persidangan, salah satu anggota FPHI Rochmadi Sularsono mengakui bahwa permohonannya memang tidak fokus dan tidak sinkron. Dia menilai putusan MK ini sudah benar karena memang setiap pertentangan pasal harus diuraikan satu per satu. Hanya saja, yang terpenting dipersoalkan FPHI soal harmonisasi sejumlah peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron terkait status keberadaan pegawai honorer ini.

“Kita kemarin saat diberi waktu memperbaiki permohonan tidak cukup waktu. Kita pikir setelah sidang perbaikan ada sidang lagi,” kata dia.

Karena itu, pihaknya berencana akan kembali mengajukan uji materi terhadap UU ASN ini terkait kejelasan nasib pegawai honorer seluruh Indonesia. “Sambil kita pelajari lagi, pastinya kita akan ajukan lagi pengujian UU ASN ini,” katanya.
Tags:

Berita Terkait