Penafsiran Daluwarsa Delik Pemalsuan Surat: Sebelum dan Setelah Putusan MK
Kolom

Penafsiran Daluwarsa Delik Pemalsuan Surat: Sebelum dan Setelah Putusan MK

Adanya putusan ini, bisa dikatakan mendasarkan pada perlindungan hukum pada korban, sebagaimana pertimbangan hukum Putusan MK No. 118/PUU-XX/2022.

Bacaan 7 Menit
Xavier Nugraha. Foto: Istimewa
Xavier Nugraha. Foto: Istimewa

Salah satu petitum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118/PUU-XX/2022, tertanggal 18 Januari 2023: “Menyatakan Pasal 79 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Diumumkan pada tanggal 26 Februari 1946) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak diketahui, digunakan, dan menimbulkan kerugian”.

Dengan adanya Putusan MK tersebut, membuat Pasal 79 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) menjadi inkonstitusional bersyarat (conditionally inconstitusional). Berikut perbedaan Pasal 79 angka 1 KUHP sebelum dan sesudah Putusan MK No. 118/PUU-XX/2022, maka akan diuraikan di bawah ini:

Pasal 79 Angka 1 KUHP: “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut: 1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan”.

Pasal 79 Angka 1 KUHP Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 118/PUU-XX/2022: “Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal-hal berikut: 1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak diketahui, digunakan, dan menimbulkan kerugian.”

Baca juga:

Adanya Putusan MK Nomor 118/PUU-XX/2022 tersebut telah mengubah daluwarsa (verjaring) delik pemalsuan surat (valsscheid in geschriffte) yang pada awalnya berdasarkan Pasal 79 angka 1 KUHP adalah sejak digunakan, menjadi sejak diketahui, digunakan, dan menimbulkan kerugian. Hal ini memang menimbulkan konsekuensi yuridis terkait dimulainya perhitungan daluwarsa delik pemalsuan surat yang ada pada Bab XII KUHP.

Namun, terdapat permasalahan hukum, yaitu salah satu indikator perhitungan daluwarsa delik pemalsuan surat salah satunya adalah “sejak menimbulkan kerugian”, padahal pada Pasal 263 KUHP yang merupakan genus delict dari delik pemalsuan surat, terlihat jelas dari inti delik (delicts bestandelen) yang ada, yaitu dari kata “dapat”, maka delik ini masuk delik formil, bukan delik materiil, sehingga tidak harus timbul kerugian, tetapi cukup kemungkinan timbul kerugian saja (P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Membahayakan Kepercayaan Umum Terhadap Surat, Alat Pembayaran, Alat Bukti, dan Peradilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, h. 14).

Tags:

Berita Terkait