Penahanan dalam RKUHAP Diusulkan Perlu Uji ‘Akuntabilitas’
Berita

Penahanan dalam RKUHAP Diusulkan Perlu Uji ‘Akuntabilitas’

Untuk menguji alasan-alasan penahanan agar lebih berimbang. Dalam proses pengujian itu nantinya hakim pemeriksa pendahuluan akan melihat apakah dalam kasus tersebut penahanan perlu dilakukan atau tidak.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Makanya, ketentuan penahanan sebagaimana diatur KUHAP ini perlu direformasi, penahanan harus melalui mekanisme uji yang lebih berimbang,” usulnya.

 

Dia mengusulkan aturan penahanan harus dibuat lebih ketat dan tegas. Apa kepentingan untuk dilakukan penahanan? Ini perlu diuji mengingat Kovenan Hak Sipil dan Politik (Sipol) mengamanatkan ketika dilakukan penahanan maka harus segera diajukan kepada hakim. Hakim berwenang untuk memutuskan apakah hak seseorang bisa dirampas atau tidak untuk ditahan.

 

Reformasi sistem penahanan

Ketua Bidang Studi Hukum Pidana STH Indonesia Jentera, Anugerah Rizki Akbari, mengingatkan reformasi sistem penahanan bisa berkontribusi mengurangi masalah rutan dan lapas yang saat ini mengalami kelebihan muatan (over capacity). Dia mencatat jumlah penghuni lapas mencapai 256 ribu orang dan 70 ribu diantaranya merupakan tahanan. Kelebihan muatan lapas dan rutan hampir mencapai 100 persen.

 

Salah satu hal yang berkontirbusi menambah beban muatan lapas yakni cara pandang aparat hukum yang seolah wajib melakukan penahanan terhadap tersangka dan terdakwa yang memenuhi syarat penahanan sebagaimana diatur KUHAP.

 

Menurut Rizki, aparat penegak hukum perlu meminimalkan tindakan penahanan. Ada cara lain yang bisa dilakukan selain menempatkan tahanan di rutan yakni penahanan rumah atau kota. Bisa juga menggunakan mekanisme penangguhan penahanan.

 

Rizki menekankan hal terpenting membenahi sistem penahanan dalam revisi KUHAP (RKUHAP). Revisi itu perlu mengatur syarat yang ketat penahanan. Misalnya sebelum penahanan dilakukan harus terlebih dulu diuji alasan penahanan itu di pengadilan. “Revisi KUHAP bisa memuat aturan tentang hakim pemeriksa pendahuluan untuk menguji alasan penahanan,” usulnya.

 

Direktur Program ICJR, Erasmus Napitupulu, melihat selama ini kewenangan aparat penegak hukum untuk melakukan penahanan sangat besar. Namun, sayangnya kewenangan ini tidak dibarengi mekanisme uji yang baik. Erasmus mengingatkan prinsip dasar penahanan yakni merampas kebebasan. Karena itu, yang boleh memerintahkan ini bukan polisi atau jaksa, tapi pengadilan.

Tags:

Berita Terkait