Pencabutan Lampiran Investasi Miras Perpres 10/2021, Ini Kata Pakar HTN
Berita

Pencabutan Lampiran Investasi Miras Perpres 10/2021, Ini Kata Pakar HTN

Untuk mengubah atau mencabut Perpres No.10 Tahun 2021 Presiden Jokowi harus menerbitkan Perpres tentang Perubahan Perpres No.10 Tahun 2021. Perpres yang baru itu akan memuat berbagai ketentuan yang diubah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Pencabutan Lampiran Investasi Miras Perpres 10/2021, Ini Kata Pakar HTN
Hukumonline

Setelah mendapat masukan dari berbagai kalangan organisasi masyarakat sipil di bidang keagamaan, Presiden Joko Widodo akhirnya mencabut lampiran Perpres No.10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Lampiran yang dicabut itu mengenai pembukaan investasi baru industri minuman keras (miras) di daerah tertentu meliputi provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.

“Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut,” kata Jokowi sebagaimana dikutip laman setkab.go.id, Selasa (2/3). Jokowi mengatakan keputusan itu diambil setelah mendapatkan masukan dari berbagai elemen masyarakat seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah.

Ahli hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, mengatakan untuk mengubah atau mencabut Perpres No.10 Tahun 2021 Presiden Jokowi harus menerbitkan Perpres tentang Perubahan Perpres No.10 Tahun 2021. Perpres yang baru itu akan memuat berbagai ketentuan yang diubah. “Lampiran Perpres No.10 Tahun 2021 itu banyak sekali, tapi nanti secara teknis yang diubah hanya satu bagian saja terkait pembukaan investasi baru industri minuman beralkohol,” katanya ketika dihubungi, Selasa (2/3). (Baca Juga: Inilah Alasan MA Batalkan Keppres Miras)

Bivitri mengatakan tidak ada syarat khusus untuk mengubah Perpres. Perubahan itu hanya melibatkan Sekretariat Negara (Setneg) dan Kementerian Hukum dan HAM. Berbeda dengan Peraturan Pemerintah (PP) yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. 

Menurut Bivitri, pengaturan tentang investasi miras ini sudah diatur sebelum terbit UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Ketika ketentuan mengenai pembukaan investasi ini dicabut maka akan terjadi kekosongan pengaturan terkait penanaman modal di sektor minuman beralkohol.

Kekosongan regulasi ini berpotensi pengaturannya menjadi tidak jelas dan berpeluang menjadi tidak teratur. Bisa jadi nanti masing-masing daerah yang berinisiatif untuk membuka ruang bagi investasi industri tersebut.

Kekosongan pengaturan ini menurut Bivitri menimbulkan tantangan bagi pemerintah misalnya dalam hal pengenaan pajak dan penegakan hukum. Menurutnya manfaat dari pengaturan industri minuman beralkohol ini membuat industri tersebut lebih tertata rapi dan bisa ditangani oleh pemerintah.

Dari proses pembentukan peraturan Bivitri menilai pemerintah kerap menganggap enteng masalah partisipasi publik. Dalam hal ini organisasi masyarakat sipil di bidang keagamaan seharusnya dilibatkan dalam membahas regulasi ini sejak awal disusun. Masalah ini menunjukkan pemerintah tidak siap berargumen ketika kebijakan yang diterbitkan mendapat respon kuat dari masyarakat. Sebelum menerbitkan peraturan pemerintah mestinya punya argumentasi yang kuat kenapa kebijakan ini perlu diterbitkan.

Pencabutan lampiran Perpres No.10 Tahun 2021 ini menurut Bivitri lebih berat pada kepentingan politik praktis ketimbang alasan hukum. Melihat sikap pemerintah yang terburu-buru mengubah Perpres setelah mendapat masukan dari ormas, dia menilai titik beratnya pada persoalan politik. Bukankah seharusnya kebijakan itu diterbitkan berbasis bukti (evidence based).

“Pemerintah seolah lebih khawatir dengan persoalan politik, dukung-mendukung, dan elektabilitas, daripada alasan hukum pemerintah untuk menerbitkan kebijakan ini,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait