Pencarian, Penelusuran dan Pengungkapan Kebenaran Melalui Hukum
Kolom

Pencarian, Penelusuran dan Pengungkapan Kebenaran Melalui Hukum

Studi kasus sertifikat hak atas tanah sebagai bukti kebenaran-pembenaran penguasaan-pemilikan.

Bacaan 8 Menit

Ulasan dimulai dengan penelusuran kekuatan alat bukti dari sertifikat hak atas tanah (yang memuat keterangan tentang keterangan tanah dan gambar situasi) yang dibandingkan dengan kekuatan hukum Surat Keterangan Tanah yang diterbitkan Kepala Desa.

Sertifikat Hak atas Tanah

Diakui dan ditegaskan bahwa pemegang (siapapun yang namanya tertulis sebagai pemegang hak di dalam) sertifikat hak atas tanah, yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Negara, memegang tanda bukti (nyaris) sempurna tentang keabsahan (legalitas-validitas) dari informasi yang tercantum di dalamnya. Pemegang sertifikat hak atas tanah, oleh hukum negara diakui (dan diharapkan juga begitu oleh masyarakat) sebagai satu-satunya pihak yang berhak memiliki-menguasai bidang tanah yang luasan dan tata letak serta batas-batasnya dinyatakan dalam gambar situasi. Singkat kata, negara adalah penjamin dari kebenaran informasi yang tercantum di dalam sertifikat hak atas tanah.

Kendati begitu harus diperhatikan bahwa dalam bahasa hukum agraria (hukum pertanahan), kekuatan bukti dari sertifikat hak atas tanah disebutkan mengikuti sistem publikasi negatif. Dengan itu dimaksud bahwa kekuatan bukti formal-materiil (bentuk/form termasuk prosedur perolehannya sekaligus menjadi jaminan kebenaran materiil-substantif dari informasi yang termuat di dalamnya, hanya berlaku sepanjang tidak ada bukti lain yang lebih kuat diajukan oleh pihak ketiga. Maka jaminan negara akan kebenaran informasi yang tercantum di dalam sertifikat hak atas tanah harus dibaca diberikan dalam konteks sejauh pengetahuan terbaik yang diperoleh (to the best of the state/government knowledge).

Bukti-informasi lain yang diajukan pihak ketiga itu harus dapat mengalahkan-meniadakan-memfalsifikasi kebenaran yang termuat dalam sertifikat hak atas tanah. Kebenaran formal-materiil sertifikat hak atas tanah yang ternyata relative ini (dapat disangkal kapanpun ada pihak ketiga memiliki bukti lain yang lebih kuat) harus kita tempatkan dalam konteks proses verifikasi yang mendahului penerbitan sertifikat hak atas tanah.

Verifikasi informasi yang disampaikan pemohon dilakukan melalui proses pemeriksaan (keabsahan-kebenaran formal-substantif/materiil) dari surat-surat apapun yang ada (letter c, girik dll.) yang menunjukkan adanya klaim (prioritas) hak atas tanah oleh pegawai-pejabat Kantor Pertanahan Negara ataupun klaim (lisan tentang) penguasaan tanah selama sekian puluh tahun tanpa adanya gangguan dari pihak ketiga yang mengindikasikan adanya penerimaan-pengakuan oleh masyarakat sekitar akan kebenaran (keabsahan maupun legitimasi) klaim ini.

Proses ini dilanjutkan oleh BPN-Kantor Pertanahan, mewakili negara, dengan pemeriksaan lapangan untuk memastikan (secara empiri) lokasi, luasan dan batas-batas dengan tetangga. Maka apa yang kemudian dicantumkan dalam gambar situasi (hasil pengukuran luasan, batas-batas dengan tetangga, lokasi) sedianya adalah benar (secara substantif) karena telah diperiksa-diverifikasi (berkoresponden) dengan kenyataan di lapangan. Klaim yang juga telah mendapat persetujuan-pengukuhan oleh tetangga yang memiliki-menguasai tanah (persil) berbatasan. 

Selanjutnya permohonan ini atau klaim kepemilikan ini harus diumumkan di surat kabar (agar diketahui umum) dan bila dalam batas waktu yang ditetapkan tidak ada pihak ketiga yang berkeberatan, klaim pemohon dianggap memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut. Tiada-nya klaim dari pihak ketiga sekaligus berarti masyarakat umum telah mengakui dan menerima-menyetujui klaim kepemilikan dan penguasaan tanah tersebut. Singkat kata, klaim yang mendapatkan legitimasi sosial, diterima sebagai benar adanya.

Tags:

Berita Terkait