Pencemaran Nama Baik UU ITE yang Turut Mengancam Akademisi
Berita

Pencemaran Nama Baik UU ITE yang Turut Mengancam Akademisi

Kriminalisasi masyarakat bahkan civitas academica mengganggu berbagai aspek kehidupan manusia khususnya pemenuhan HAM.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Penegakan hukum kasus-kasus jeratan pidana pencemaran nama baik pada Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi pro-kontra dalam dunia hukum. Meski memberi perlindungan hukum atas reputasi atau nama baik individu, namun ketentuan pencemaran yang tercantum pada UU ITE rawan disalahgunakan hingga berujung kriminalisasi.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat sederet kasus kriminalisasi menggunakan UU ITE yang menjerat para akademisi antara lain dosen Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar, Ramsiah Tasruddin yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Gowa. Ramsiah dilaporkan oleh rekannya sendiri, Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi di kampus yang sama atas dugaan tindak pidana penghinaan melalui media sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) jo. pasal 45 ayat (3) UU ITE pada tahun 2017 lalu.

Kriminalisasi juga dialami dosen Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala, Saiful Mahdi yang divonis bersalah dalam kasus pencemaran nama baik oleh hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh. Saiful dipidana atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dengan menggunakan sarana elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Atas kasus tersebut, dia divonis 3 (tiga) bulan penjara dan denda Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) subsidair 1 (satu) bulan penjara.

Selain kedua kasus tersebut, terdapat berbagai kasus lain yang juga telah menjerat para civitas academica.  Ancaman pidana tersebut tentunya menghilangkan inti dari pendidikan yang seharusnya menjunjung kebebasan berpendapat, menyampaikan ekspresi hingga penyampaian kritik membangun. (Baca Juga: Antisipasi Penyalahgunaan Data Pribadi Akibat Penggunaan Metode Kampanye Daring)

Dosen Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman mengatakan fenomena sanksi pidana terhadap dosen yang menyampaikan kritik sehatnya melalui media sosial merupakan kemunduran dari penegakan hukum. Terlebih lagi dalam kasus tersebut, dosen yang dijadikan tersangka menyampaikan kritiknya pada grup WhatsApp yang sifatnya tertutup untuk publik seperti yang terjadi pada kasus Saiful.

Herlambang, dosen yang telah melakukan riset mendalam terhadap UU ITE tersebut, menyatakan kritikan yang disampaikan Saiful merupakan penyampaian ekspresi melalui media sosial. Menurutnya, kemajuan teknologi mendorong masyarkat berkomunikasi secara daring atau online. Tidak terdapat perbedaan antara komunikasi secara online dan luring atau offline. Sehingga, Herlambang mengatakan kebebasan berekspresi tersebut merupakan hak asasi manusia dan harus dilindungi oleh hukum.

“Terutama pada kasus Pak Saiful dan Bu Ramsiah, sebenarnya bukan kasus berdiri sendiri tapi rupanya berkait dengan kasus kebebasan akademis. Jelas dalam kasus ini mengancam kebebasan akademis karena itu sebagian kerangka fundamental dalam mengembangkan kebijakan akademik,” jelas Herlambang dalam diskusi online “UU IE dan Ancaman Kriminalisasi Kebebasan Berinternet”, Kamis (24/9).

Tags:

Berita Terkait