Pencopotan Hakim Aswanto Diduga untuk Muluskan Produk UU Bermasalah di MK
Terbaru

Pencopotan Hakim Aswanto Diduga untuk Muluskan Produk UU Bermasalah di MK

Tindakan DPR tersebut dinilai melanggar hukum, menghina akal sehat, mengangkangi konstitusi dan menghancurkan independensi peradilan.

Oleh:
RED
Bacaan 3 Menit

Atas dasar itu, PSHK berharap agar DPR membatalkan keputusan pemberhentian Aswanto. Selain itu, mendesak Presiden Jokowi untuk tidak mengeluarkan surat keputusan presiden soal pengangkatan Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi dan memerintahkan Aswanto kembali menjabat sesuai ketentuan UU MK.

Di sisi lain, PSHK juga menolak revisi keempat UU MK yang memberikan kewenangan pada lembaga pengusul hakim konstitusi untuk dapat mengevaluasi atau memberhentikan hakim di tengah jalan. “Mendesak agar pemberhentian dan pengangkatan hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan undang-undang, adanya proses seleksi yang layak, keterbukaan, dan partisipasi publik,” tulis PSHK.

Kecaman serupa juga diutarakan SETARA Institute for Democracy and Peace. Menurut SETARA dalam siaran persnya, argumen DPR bahwa tindakannya merupakan keputusan politik juga menyesatkan, karena sebagai institusi politik DPR tetap terikat dan harus patuh pada UU MK dan seluruh prosedur yang telah ditetapkan dan menjadi kesepakatan politik dan dituangkan dalam bentuk UU.

“Seharusnya, jika DPR hendak mengganti, maka yang harus dilakukan adalah mengubah batasan masa jabatan hakim MK dan kewenangan kocok ulang sebagaimana yang sedang diinisiasi melalui perubahan keempat UU MK. Rencana revisi UU MK baru disahkan menjadi inisiatif DPR pada Kamis, 29/9/20022, tetapi pada saat yang bersamaan DPR telah mempraktikkan norma yang masih berupa RUU revisi dimaksud,” tulis SETARA. 

Jika dilacak, carut marut terkait jabatan hakim MK memang dimulai dari DPR yang pada perubahan ketiga telah mengubah ketentuan batas usia Hakim Konstitusi hingga 70 tahun atau maksimal 15 tahun menjabat tanpa ketentuan kocok ulang atau evaluasi dari lembaga pengusul. Masalahnya, hakim MK dengan penuh konflik kepentingan juga mengafirmasi perubahan itu dengan mencari dalil-dalil pembenar yang menguntungkan dirinya. Padahal, ihwal masa jabatan dan batas usia adalah kebijakan hukum terbuka (opened legal policy), yang bukan merupakan isu konstitusional. Artinya, pembangkangan-pembangkangan konstitusi juga dipicu oleh kinerja MK yang sarat kepentingan.

Sebelumnya, Komisi III DPR telah menggelar pergantian satu Hakim Konstitusi Prof Aswanto. Kabar tersebut membuat sebagian kalangan terkaget-kaget. Penggantinya ditetapkan dalam rapat di ruang Komisi III adalah Guntur Hamzah yang selama ini menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK. Hasil rapat tersebut bakal diboyong dalam rapat paripurna dalam waktu dekat ini.

“Apakah dapat menyetujui Prof. Dr. Guntur Hamzah ini untuk dicalonkan menjadi hakim konstitusi dari unsur DPR?” ujar pimpinan rapat, Adies Kadier di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (29/9/2022) kemarin.

Adies menerangkan dari 9 fraksi hanya 5 fraksi partai yang memberikan persetujuan terhadap Guntur dicalonkan menjadi hakim konstitusi usulan DPR menggantikan Aswanto. Meski hanya 5 fraksi tetap dapat diambil persetujuan agar diteruskan ke dalam rapat paripurna untuk ditetapkan menjadi keputusan DPR.

Tags:

Berita Terkait