Pendidikan Profesi Advokat dalam Kerangka Hukum Pendidikan Profesi Indonesia
Kolom

Pendidikan Profesi Advokat dalam Kerangka Hukum Pendidikan Profesi Indonesia

Organisasi advokat perlu untuk segera menata pelaksanaan pendidikan advokat yang sejalan semangat Pasal 31 UUD 1945 dan rezim pendidikan keprofesian.

Bacaan 11 Menit
Shalih Mangara itompul. Foto: Istimewa
Shalih Mangara itompul. Foto: Istimewa

Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) sebagaimana dimaksud dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) secara implisit merupakan suatu bentuk pendidikan yang harus diikuti oleh seseorang yang berijazah sarjana berlatar belakang pendidikan tinggi hukum. Konsepsi ini pada dasarnya sejalan dengan ketentuan mengenai pendidikan profesi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), meskipun UU Sisdiknas sendiri lahir empat bulan setelah UU Advokat.

Dalam UU Sisdiknas, dinyatakan bahwa jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Adapun pendidikan profesi dijelaskan sebagai pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Pengaturan pendidikan profesi secara lebih khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti).

Dalam Pasal 17 UU Dikti misalnya, dinyatakan bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus. Ketentuan tersebut sama dengan yang terdapat dalam UU Sisdiknas di atas. Lebih lanjut, dinyatakan pula bahwa pendidikan profesi dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi dan bekerja sama dengan kementerian, LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.

Secara normatif, implikasi dari pengaturan dalam UU Sisdiknas yang menempatkan pendidikan profesi sebagai bagian dari pendidikan formal, dapat dipetakan menjadi beberapa poin, yakni berkaitan dengan penyelenggara, substansi dan standar yang berlaku, serta pengakuan terhadap lulusan program profesi.

Baca juga:

Pertama, pendidikan profesi sebagai pendidikan formal diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Kendati demikian, hal ini bukan berarti penyelenggaraan pendidikan profesi diambil alih oleh perguruan tinggi. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Advokat, PKPA dilaksanakan oleh organisasi advokat. Kendati demikian, dengan diundangkannya UU Sisdiknas, secara implisit terdapat keharusan bagi organisasi advokat untuk melibatkan perguruan tinggi dalam pelaksanaan PKPA. Hal tersebut pada dasarnya juga telah diamini oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK Nomor 103/PUU-XI/2013 dan Putusan MK Nomor 95/PUU-XIV/2016.

Sebagaimana telah disebutkan di atas pula, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XIV/2016 misalnya, telah dinyatakan bahwa yang berhak menyelenggarakan PKPA adalah organisasi advokat dengan keharusan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang fakultas hukumnya terakreditasi B atau sekolah tinggi hukum yang minimal terakreditasi B.

Tags:

Berita Terkait