Penegak Hukum Diminta Perberat Hukuman Pelaku Rudapaksa Anak
Terbaru

Penegak Hukum Diminta Perberat Hukuman Pelaku Rudapaksa Anak

Para pemangku kepentingan harus segera mempercepat proses UU TPKS sebagai salah satu instrumen untuk mencegah berulangnya tindak kekerasan seksual yang sudah mengancam masa depan generasi muda di Tanah Air.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Hukuman tambahan kebiri

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti berpendapat oknum guru pelaku rudapaksa terhadap belasan santriwati memenuhi syarat agar diganjar hukuman kebiri. Pasalnya, jumlah korban lebih dari satu orang. Selain itu, perbuatan keji tersebut dilakukan secara berulang, sehingga layak diganjar pemberatan hukuman. “Itu membuat boleh dihukum tambahan. Kebiri itu namanya hukuman tambahan. Hukuman tambahan kebiri,” kata dia.

Dia menerangkan hukuman kebiri dapat diterapkan terhadap pelaku sepanjang pelaku telah menjalani hukuman pokok. Menurutnya, setelah pelaku menjalani hukuman 20 tahun penjara misalnya, hukuman kebiri dapat langsung diterapkan. Namun faktanya, sejak diberlakukannya UU 17/2016 belum pernah satupun pelaku rudapaksa terhadap anak-anak diterapkan hukuman kebiri. Pasalnya pelaku belum menyelesaikan hukuman pokoknya.

Kendati demikian, hukuman kebiri dapat berjalan efektif. Menurutnya bila hormon pelaku tinggi, dampak dari suntikan cairan kebiri bakal sangat berpengaruh. Namun demikian, perlu dilakukan rehabilitasi psikologi, sehingga pelaku tak lagi mengulangi perbuatan yang sama. “Supaya ada efek jera,” imbuhnya.

Percepat Pembahasan RUU TPKS

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menilai proses pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) mesti diakselerasi agar segera menjadi UU. Sebab, dengan adanya UU TPKS nantinya agar penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak lebih efektif di Tanah Air. Seperti, dugaan kasus pelecehan seksual terhadap peserta didik di sejumlah lembaga pendidikan di Bandung, Tasikmalaya, Cilacap, dan sejumlah daerah lain.

“Sejumlah kasus menyisakan puluhan korban anak-anak yang terdampak secara fisik dan kejiwaan,” kata dia.

Kekerasan seksual terhadap anak, kata perempuan biasa disapa Rerie itu, adalah kejahatan yang melanggar hak asasi manusia (HAM). Bahkan berdampak menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa. Dia menilai kekerasan seksual terhadap anak secara nyata melawan konstitusi yang mengamanatkan agar setiap warga mendapat perlindungan sepenuhnya dalam memperoleh hak-hak dasarnya sebagai manusia.

“Para pemangku kepentingan harus segera mempercepat proses UU TPKS sebagai salah satu instrumen untuk mencegah berulangnya tindak kekerasan seksual yang sudah mengancam masa depan generasi muda di Tanah Air.”

Politisi Partai Nasional Demokrat itu berpendapat melindungi setiap warga negara dari segala bentuk ancaman kekerasan merupakan amanat konstitusi yang wajib diprioritaskan untuk segera diwujudkan. Karenanya, semua kalangan berwenang di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kewajiban untuk mewujudkan amanat UUD Tahun 1945.

Tags:

Berita Terkait