Penegakan Hukum 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Belum Maksimal
Berita

Penegakan Hukum 3 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK Belum Maksimal

Tahun pertama pemerintah memang fokus pada peningkatan sektor ekonomi yang secara spesifik di sektor infrastruktur.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Dari kiri ke kanan: Ifdhal Kasim (Tenaga Ahli Utama KSP), Eryanto Nugroho (Peneliti PSHK), Abd. Rohim Ghazali (Moderator), Arfianto Purbolaksono (Peneliti The Indonesian Institute). Foto: CR-24
Dari kiri ke kanan: Ifdhal Kasim (Tenaga Ahli Utama KSP), Eryanto Nugroho (Peneliti PSHK), Abd. Rohim Ghazali (Moderator), Arfianto Purbolaksono (Peneliti The Indonesian Institute). Foto: CR-24
Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dianggap belum mampu memenuhi reformasi di bidang hukum. Sebagian kalangan menilai menjelang tiga tahun pemerintahannya, belum ada hasil signifikan yang dihasilkan pemerintah dalam hal penegakan hukum dan keadilan masyarakat.
Peneliti The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, berpendapat ada tiga jenis pendekatan yang dilakukan Jokowi-JK dalam reformasi bidang hukum. Ketiganya adalah institusi, aktor dan budaya. Terkait institusi, pembentukan saber pungli pada mulanya patut diapresiasi karena menjadi langkah pemerintah untuk membereskan birokrasi di lingkungan institusi pemerintah.
Tetapi taji dari saber pungli juga masih belum maksimal dan harus ditingkatkan karena birokrasi di tingkat institusi masih mengkhawatirkan. “Ketika ekonomi digenjot, tidak berbarengan dengan penegakan hukum, makanya itu bisa berantakan,” kata Arfianto dalam diskusi ‘Capaian Reformasi Hukum Dalam Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK’ di Jakarta, Senin (9/10).
Kemudian yang kedua dari sisi aktor. Arfianto menyoroti banyaknya tokoh yang terjerat kasus korupsi, mulai dari pimpinan lembaga negara hingga pejabat tinggi di kementerian. “Ini aktor mengangkangi hukum, masyarakat jadinya mencontoh jadi budaya hukum lemah. Yang masyarakat lihat yang di atas bisa mengangkangi hukum, gimana yang di bawah?” ujar Arfianto.
Terakhir terkait budaya. Munculnya beberapa peristiwa seperti pembakaran yang dilakukan massa menjadi cermin rasa frustasi masyarakat terhadap kepercayaan kinerja para aparat penegak hukum. Menurut Arfianto, pandangan publik saat ini hukum hanya berlaku bagi golongan masyarakat bawah dan tumpul terhadap para pejabat yang mempunyai kekuasaan.
Sementara itu, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Eryanto Nugroho menjelaskan tiga tahapan dalam reformasi hukum. Pertama konsep yang disiapkan, tantangan yang dihadapi dan bagaimana tantangan hukum ke depan. Menurut Eryanto konsep reformasi hukum bukan hanya dari paket kebijakan tahun 2016 saja, tetapi harus dilihat jauh ke belakang mulai dari Nawacita Presiden Jokowi serta visi dan misi yang disampaikan pada saat Pemilu 2014.
“Kalau Nawacita itu ada 1 dan 4. Dari visi misi itu cukup mendalam ada 42 prioritas dan kalau dilihat sekilas visi misi presiden, politik legislasi, dukungan kepada KPK, bongkar mafia peradilan, reformasi birokrasi, penegakkan hukum lingkungan tanpa pandang bulu, narkoba dan penyelesaian HAM masa lalu,” terang Eryanto.
Tags:

Berita Terkait