Peneliti Ingatkan 2 Wacana Sektor Keamanan Ini Potensi Bermasalah
Terbaru

Peneliti Ingatkan 2 Wacana Sektor Keamanan Ini Potensi Bermasalah

Yakni usulan Presiden Jokowi agar Kementerian Pertahanan melakukan orkestrasi terhadap informasi intelijen dan rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menambah Kodam baru di seluruh provinsi.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: RES
Ilustrasi: RES

Pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengusulkan Kementerian Pertahanan melakukan orkestrasi terhadap data intelijen dan rencana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menambah Kodam baru di seluruh provinsi berpotensi menimbulkan masalah. Peneliti BRIN, Diandra M Mengko mengatakan Komando Daerah Militer (Kodam) sifatnya dinamis sesuai urgensi daerah yang bersangkutan. Misalnya daerah yang rawan keamanan, perbatasan, pulau terpencil, dan lainnya.

“Kodam itu bisa bertambah dan berkurang, tujuannya harus sesuai dengan reformasi sektor keamanan dan penyelenggaraan pertahanan,” kata Diandra dalam diskusi bertema “Kodam di Setiap Wilayah Hingga Intelijen di Bawah Kementerian Pertahanan: Jalan Mundur Reformasi Sektor Keamanan” yang diselenggarakan KontraS, Senin (20/2/2023).

Diandra mengingatkan tujuan penting Kodam antara lain efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas. Selain itu yang menjadi persoalan serius apa urgensinya? Kementerian Pertahanan menyatakan penambahan Kodam untuk memperkuat sistem pertahanan dan keamanan semesta serta mendorong kerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat.

Ia mengingatkan regulasi yang ada menegaskan urusan pertahanan menjadi ranah pemerintah pusat. Jika yang ingin diperkuat adalah pemerintah daerah, penguatan itu bisa langsung diberikan kepada lembaga yang bersangkutan. “Ini menimbulkan masalah karena urusan pertahanan itu ranah pemerintah pusat, sangat membingungkan jika tujuan menambah kodam untuk menjalin kerja sama dengan pemda,” ujarnya.

Menurut Diandra, semua pihak harus paham TNI adalah alat negara untuk menghadapi ancaman keamanan dan pertahanan dari luar negeri. TNI bukan alat untuk membantu birokrasi sipil. Rencana menambah Kodam di seluruh provinsi menunjukkan paradigma pemerintah terhadap militer belum berubah yakni menganggap militer sama seperti birokrasi sipil.

Restrukturisasi komando teritorial bagi Diandra bisa bertambah atau berkurang sesuai hasil evaluasi. Harus ada indikator ketat misalnya daerah rawan keamanan seperti daerah perbatasan dan terpencil, maka ada potensi Kodam ditambah. Sebaliknya bagi daerah yang tidak termasuk rawan, kodam tidak diperlukan.

Soal usulan Presiden Jokowi agar Kementerian Pertahanan melakukan orkestrasi terhadap informasi intelijen, Diandra menilai urgensinya tidak jelas dan usulan itu multitafsir. Sebab, selama ini tugas Kementerian Pertahanan bukan memberikan informasi intelijen atau peringatan dini kepada Presiden karena itu menjadi tugas BIN. Jika Presiden Jokowi meminta agar Kementerian Pertahanan juga memiliki data intelijen lebih baik Kementerian Pertahanan dimasukkan sebagai salah satu lembaga yang bisa mengakses data intelijen secara terbatas.

Peneliti ISEAS Yusof Ishak Institute Singapore, Made Supriatna, berpendapat pemekaran organisasi berdampak pada kapabilitas TNI. Semakin ramping organisasi maka kapabilitasnya semakin tinggi. Sehingga jika terjadi ancaman dari luar bisa cepat dihadapi. “Semakin banyak Kodam, maka semakin tidak efektif menghadapi tantangan dari luar,” urainya.

Made menjelaskan situasi global sangat tidak menentu karena mudah berubah. Perang Rusia-Ukraina mendorong berbagai negara mengubah postur pertahanan dan keamanan. Situasi global yang rentan seharusnya ikut mendorong Indonesia untuk membenahi postur pertahanan, tapi yang direncanakan malah menambah Kodam. “Saya melihat tidak ada yang urgen (membentuk kodam baru, red) ini tidak berpijak pada realitas,” imbuhnya

Tags:

Berita Terkait