Peneliti Sejarah Konstitusi UI Sebut 1 Juni Bukan Hari Lahir Pancasila
Berita

Peneliti Sejarah Konstitusi UI Sebut 1 Juni Bukan Hari Lahir Pancasila

Temuan Ananda B. Kusuma diapresiasi.

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Diskusi publik yang digelar PSHTN. Foto: NEE
Diskusi publik yang digelar PSHTN. Foto: NEE
R.M Ananda B. Kusuma, Peneliti senior Pusat Studi Hukum Tata Negara (PSHTN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyatakan Pancasila sebagai dasar negara yang sah adalah Pancasila dalam UUD 1945 yang dijiwai oleh Piagam Jakarta sebagai suatu rangkaian kesatuan sebagaiman didekritkan oleh Presiden Soekarno pada 5 Juli tahun 1959.

Berdasarkan penelusuran Ananda terhadap dokumen-dokumen otentik yang sempat hilang ternyata pada 1 Juni baru sekadar dicetuskannya ide-ide tentang lima prinsip sebagai dasar negara yang dinamai Bung Karno saat itu sebagai Pancasila. Sedangkan isi dari Pancasila sendiri mengalami beberapa kali perubahan dan baru memiliki bentuk akhirnya berdasarkan sejarah konstitusi yaitu Pancasila yang tertuang dalam Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959.

Dalam diskusi publik yang diselenggarakan PSHTN dengan dihadiri sejumlah tokoh nasional seperti mantan Wakil Presiden era Orde Baru Try Sutrisno, politisi senior AM. Fatwa, mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra, serta tamu undangan dari berbagai lingkungan akademik dikemukakan bahwa perlu ada koreksi serius atas sejarah konstitusi Republik Indonesia seputar Pancasila dan konstitusi UUD 1945.

“Hampir seluruh informasi di Internet mengenai Pancasila, UUD 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI), berasal dari sumber sejarah zaman de-Soekarnoisasi yang tidak akurat dan kontroversial,” tulis Ananda dalam pembuka buku karyanya Menggugat Arsip Nasional tentang Arsip Otentik “Badan Penyelidik” dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Ananda B.Kusuma mengatakan  kesalahan informasi tersebut menyebar di berbagai literatur pelajaran mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di tengah hangatnya isu untuk memantapkan kembali nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pemersatu kerukunan nasional dan pembentuk karekter bangsa, ia melihat bahwa selama sumber sejarah seputar Pancasila masih bermasalah, maka selama itu pula sulit untuk berharap bahwa Pancasila dapat berperan seperti yang diharapkan tersebut.

Sebab kesalahan ini menurutnya karena rujukan utama selama ini ialah buku karya Mohammad Yamin yang berjudul “Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945” dimana di dalam buku tersebut sudah dibantah isinya oleh panitia khusus yang terdiri dari tokoh pelaku sejarah sendiri. Panitia khusus ini dipimpin langsung oleh proklamator Bung Hatta pada tahun 1975. Entah bagaimana buku ini terus menjadi rujukan hingga saat ini.

Melalui penelusuran ke Nationaal Archief Kerajaan Belanda di Den Haag, Ananda B Kusuma menemukan arsip A.G.Pringgodigdo dan arsip A.K.Pringgodigdo. Kedua dokumen ini ialah arsip otentik yang mencatat rapat-rapat BPUPK dan PPKI yang hasil utamanya adalah dasar negara Pancasila dan UUD 1945.

Try Sutrisno menyambut baik kajian ilmiah untuk kembali memantapkan sendi-sendi berbangsa dan bernegara dalam hal ini dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Harapannya, melalui hasil kajian intelektual akan mengangkat kembali konsep otentik Pancasila dan UUD 1945 tidak sekadar menjadi simbol.

“Bagaimana memantapkan Pancasila kemudian bisa disebarkan, lalu semua generasi muda belajar lagi yang akhirnya bisa dihayati dan dibuktikan dalam kehidupan, boleh didiskusikan, bagaimana kita jadi bangsa ini ada konsepnya,” kata mantan Wapres ke-6 tersebut kepada hukumonline.

Acara ini sengaja diselenggarakan menjelang perayaan Hari Lahir Pancasila yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni tahun lalu melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 2016. PSHTN berharap agar Keputusan Presiden tersebut tidak kehilangan sandaran historis yang lengkap ketimbang sekadar simbol seremonial bernuansa politis.

Temuan Ananda B.Kusuma menyimpulkan bahwa 1 Juni 1945 baru sekadar dicetuskannya ide-ide tentang prinsip dasar bernegara. Tercatat Soekarno pun mengusulkan Trisila serta Ekasila pada 1 Juni. Ia menilai yang lebih tepat untuk diperingati secara kenegaraan adalah hari Konstitusi dan itu pun bukan pada 1 Juni. Peneliti senior berusia 82 tahun ini juga memastikan hasil penelitiannya tidak mengubah substansi Pancasila, namun memperjelas konsep Pancasila yang belakangan ini kembali hangat diperbincangkan kembali.

“Nggak ( mengubah), tapi menentukan Pancasila yang paling benar itu yang mana, kalau (pendapat) saya, itu yang dekrit Presiden, yang dijiwai dengan Piagam Jakarta dan diterima semua perwakilan Konstituante, karena tanggal 1 Juni itu baru lahir, belum ada dasar negara, belum ada tujuan negara,” katanya.

Sebagai buktinya, ia mencontohkan mengapa pada tahun 1974 bisa disepakati UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang memuat syarat sah sebuah pernikahan dalam hukum negara apabila sah menurut hukum agama yang dianut warganegara. Hal ini karena memang secara konstitusional adanya isi Piagam Jakarta yang menjiwai konstitusi dalam hal menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.

Yusril Ihza Mahendra menyambut baik hasil penelitian mengenai Pancasila ini sebegai sumbangan intelektual dalam ilmu hukum tata negara. Dari segi praktis, dokumen otentik yang ditelusuri Ananda mengenai Pancasila akan menjadi acuan tambahan dalam setiap proses pembuatan hukum nasional yang konstitusional.

“Secara akademik ini merupakan sumbangan besar bidang hukum tatanegara dan sejarah ketatanegaraan, penting dalam membuat UU, dalam merumuskan maksud UUD,” katanya kepada hukumonline.

Hal senada diungkapkan pula oleh Ketua PSHTN, Mustafa Fakhri. “Proses yang berlalu sudah dianggap sah, dokumen-dokumen yang baru ditemukan di kemudian hari menjadi khazanah bagi kajian ilmiah,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait