Penempatan Kemhan Sebagai Koordinator Intelijen Dinilai Bertentangan dengan UU
Terbaru

Penempatan Kemhan Sebagai Koordinator Intelijen Dinilai Bertentangan dengan UU

UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen negara, mengatur BIN sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id
Presiden Jokowi. Foto: setkab.go.id

Pernyataan Presiden Joko Widodo memerintahkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk melakukan orkestrasi informasi intelijen yang tersebar di berbagai lembaga. Dalam kegiatan itu, Jokowi menekankan pentingnya meningkatkan kewaspadaan dalam situasi dunia yang mulai terjadi instabilitas.

“Oleh sebab itu, saya minta Kementerian Pertahanan (Kemhan) harus bisa menjadi orkestrator, mengorkestrasi informasi intelijen pertahanan dan keamanan dari TNI, Polri, BIN dan informasi intelijen dari lembaga lain agar menjadi informasi yang satu, sehingga kita dapat mengambil kebijakan yang benar,” kata Presiden Jokowi sebagaimana dilansir laman kemhan.go.id, Rabu (18/1/2023) lalu.

Jokowi mengingatkan UUD NRI Tahun 1945 memandatkan untuk ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia untuk tidak berpihak pada siapapun pada negara mana pun, Indonesia hanya berpihak kepada perdamaian. “Kenyataannya kalau sudah perang yang sulit adalah menghentikannya,” ujarnya.

Kalangan masyarakat sipil menilai pernyataan itu bertentangan dengan sejumlah regulasi. Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf mencatat Jokowi menyatakan hal tersebut dalam rapat pimpinan Kementerian Pertahanan tahun 2023 di gedung Kementerian Pertahanan di Jakarta, Rabu (18/1/2023) lalu.

Al Araf menyebut pernyataan Jokowi itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. “Pernyataan ini justru dapat mengacaukan tata kelola pertahanan dan keamanan di Indonesia. Hal ini juga bertentangan dengan semangat reformasi sektor keamanan,” kata Al Araf saat dikonfirmasi, Selasa (24/1/2023).

Ia menegaskan pernyataan itu mengaburkan tata kelola kenegaraan karena Kementerian Pertahanan bukan leading sector pengelolaan informasi terkait keamanan negara. Al Araf mengingatkan Kementerian Pertahanan juga bukan lembaga koordinasi intelijen negara.

Mengacu UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Al Araf menegaskan koordinator intelijen yang mengumpulkan informasi intelijen dan keamanan negara adalah Badan Intelihen Negara  (BIN). Pasal 38 ayat (1) UU No.17 Tahun 2011 mengatur BIN berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara.

“Untuk itu, bila peranan intelijen ini di bawah kewenangan Kementerian Pertahanan, tata kelola koordinasi intelijen, terutama terkait relasi antarlembaga negara dan kementerian akan menjadi kacau pula,” tegas Al Araf.

Lebih lanjut, Pasal 3 Perpres No.67 Tahun 2013 tentang Koordinasi Intelijen Negara menyatakan BIN sebagai koordinator penyelenggara intelijen negara bertugas mengkoordinasikan penyelenggaraan intelijen negara; memadukan produk intelijen; melaporkan penyelenggaraan koordinasi intelijen negara kepada Presiden; dan mengatur dan mengkoordinasikan intelijen pengamanan. Kemudian Pasal 2 ayat (2) Perpres No.90 Tahun 2012 tentang BIN mengatur fungsi koordinasi BIN, menegaskan juga fungsi koordinatif di bidang ini.

Al Araf mengatakan secara hukum sudah jelas lembaga yang melakukan koordinasi intelijen serta informasi keamanan negara adalah BIN, bukan Kementerian Pertahanan. “Presiden tidak boleh melanggar UU tersebut karena itu bentuk pengingkaran atas negara hukum yang ditegaskan Konstitusi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait