Penerapan Restorative Justice Menyasar Perkara Korupsi Ringan
Utama

Penerapan Restorative Justice Menyasar Perkara Korupsi Ringan

Ada tiga tahapan mekanisme penyelesaian perkara korupsi di bawah Rp50 juta di luar pengadilan. Kejaksaan sedang menyusun Peraturan Kejaksaan mengenai penanganan tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan penggunaan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Foto: RFQ
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin. Foto: RFQ

Penerapan restorative justice (keadilan restoratif) sedang digalakkan Kejaksaan terhadap tindak pidana umum. Hal ini ditandai terbitnya Peraturan Kejaksaan (Perja) No.15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai aturan internal kejaksaan dalam menangani perkara pidana. Namun belakangan bergeser tak hanya tindak pidana umum, tapi menyasar tindak pidana korupsi.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan paradigma penegakan hukum telah mengalami pergeseran dari keadilan retributif berupa pembalasan menjadi keadilan restoratif. Keadilan restoratif memberi keseimbangan dalam proses peradilan pidana. Karenanya, keadilan bakal muncul saat perdamaian dan harmoni di masyarakat serta pelaku kejahatan dapat diterima masyarakat.

Menurutnya, konsep keadilan restoratif bakal menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan keadilan tanpa memandang golongan dengan tetap memperhatikan berat dan ringannya perkara. Memang, Perja 15/2020 masih sebatas jenis perkara yang melibatkan masyarakat kecil, tapi sejatinya tujuan yang hendak dicapai menghadirkan kemanfaatan hukum.

“Ke depan cukup melihat berat ringan perkaranya, tak hanya jenis perkaranya, tapi juga melihat nominal kerugian keuangan negara yang kecil,” ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dalam sebuah webinar, Selasa (8/3/2022).

Baca:

Dia melanjutkan kejahatan keuangan, seperti korupsi penanggulangannya menggunakan instrumen keuangan. Selain itu, pemiskinan koruptor dalam memulihkan keuangan negara. Untuk itu, dalam perkara korupsi tak hanya sekedar pemidanaan badan, tapi dapat juga melakukan gugatan keperdataan terhadap pelaku. Menurutnya, melalui pendekatan finansial proses pemberantasan korupsi perlu mempertimbangkan beban ekonomi negara dalam proses penanganan perkara dan biaya bagi narapidana.

“Ini untuk menciptakan proses hukum efisien, sehingga harus mempertimbangan rasionalitas mulai tingkat penyidikan sampai putusan berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait