Selain itu, PMK 208/2018 juga mengatur bahwa ketentuan mengenai Tata Cara Penilaian PBB-P2 harus ditetapkan dalam peraturan kepala daerah kota/kabupaten. Namun ditemukan dalam praktik ada kepala daerah kota/kabupaten menetapkan kenaikan NJOP tanpa batas dengan tidak terlebih dahulu menetapkan peraturan kepala daerah tentang Tata Cara Penilaian PBB-P2 sebagaimana yang diperintahkan oleh PMK 208/2018.
Menurut PMK 208/2018, penetapan NJOP dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu pendekatan data pasar atau perbandingan harga (market data/ sales comparison approach), pendekatan biaya (cost approach) dan pendekatan kapitalisasi pendapatan (income approach). Namun dalam kenyataannya ditemukan ada peraturan kepala daerah kota/kabupaten tidak menggunakan pendekatan apapun dalam melakukan penilaian.
Lebih lanjut menurut PMK 208/2018, konsep peraturan atau keputusan kepala daerah kota/kabupaten tentang penetapan NJOP memuat:
- Klasifikasi dan besarnya NJOP tanah yang disusun per desa/kelurahan dan dilengkapi dengan fotokopi peta ZNT.
- Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) yang disusun per jenis penggunaan bangunan.
- Klasifikasi dan besarnya NJOP tanah dan bangunan sebagai hasil kegiatan penilaian individual.
- Daftar objek pajak hasil penilaian individual beserta nilainya disusun per objek pajak dan per desa/kelurahan.
Faktanya dalam praktik ditemukan ada peraturan kepala daerah kota/kabupaten yang tidak memuat keempat hal tersebut sebagaimana diamanatkan oleh PMK 208/2018. Pemerintah pusat sebaiknya mengatur pembatasan maksimal untuk kenaikan NJOP dan pemberian sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan batas maksimal kenaikan NJOP.
*)Dr. Henry Sinaga, S.H., Sp.N., M.Kn., adalah Dosen Magister Kenotariatan FH USU Medan dan Notaris/PPAT.
Catatan Redaksi: Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Utara dalam program Hukumonline University Solution. |