Pengabaian Status JC Richard Eliezer Bisa Jadi Preseden Buruk
Utama

Pengabaian Status JC Richard Eliezer Bisa Jadi Preseden Buruk

Karena masih banyak kasus kejahatan terorganisir lainnya yang membutuhkan Justice Collaborator. Bisa saja banyak pelaku yang berpotensi sebagai JC justru menjadi enggan buka suara setelah melihat penanganan kasus Richard Eliezer ini.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Menurutnya, untuk seorang yang berkemauan menjadi Justice Collaborator tentu memerlukan kehadiran negara untuk memberi perlindungan dan penghargaan yang semestinya. Tidak dapat dipungkiri, mengingat risiko yang sangat tinggi dari posisinya membuka suara kepada penegak hukum. Bila dalam hal ini negara tidak dapat memenuhi tugas yang semestinya terhadap Justice Collaborator, maka akan berbalik pula dalam penegakan hukum kejahatan terorganisir lainnya.

Senada, Ketua Wadah Pegawai KPK Periode 2018-2020 Yudi Purnomo memandang bila tidak terdapat Richard Eliezer, maka skenario bisa saja masih sesuai dengan yang sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat juga memiliki peranan penting dalam mengawal perkara ini.

Ia berharap putusan majelis hakim nantinya dapat sesuai dengan harapan masyarakat. “Kalau misalnya Richard Eliezer nanti dihukum berat, dampaknya bagi pelaku-pelaku (yang berpotensi sebagai Justice Collaborator) yang lain. Bahwa ‘kalau saya buka (suara), saya kena. Mending tidak buka sama sekali’,” tuturnya.

Pakar Hukum Pidana Albert Aries menyayangkan didakwakannya para terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir J hanya dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Apa konsekuensinya? Kalau tidak didakwa, berarti Jaksa tidak berkepentingan untuk membuktikannya. Hakim berdasarkan Pasal 182 ayat (4) KUHAP memeriksa dan menganalisa perkara berdasarkan surat dakwaan dan fakta yang terungkap di persidangan,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH USAKTI) Sahala Siahaan melihat sepanjang pengusutan kasus pembunuhan Brigadir J, dengan dibacakannya tuntutan terhadap Richard Eliezer menjadi anti klimaks bagi masyarakat. Timbul rasa kekecewaan, bahkan ketidakpercayaan kepada hukum itu sendiri yang dirasakan sebagian kalangan.

Dia menyayangkan fakta UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU LPSK) yang amat minim mengatur Justice Collaborator. Oleh karena itu, ia mengajak IKA FH USAKTI dan FH USAKTI untuk mendorong dihadirkannya UU yang secara khusus mengatur Justice Collaborator.

Hukumonline.com

Para narasumber saat berfoto bersama usai acara FGD.

“Kalau ini menjadi isu kita (bersama, red) untuk membuat UU khusus Justice Collaborator pasti akan kita lakukan. Kalau tidak ada (UU yang mengatur khusus) percuma. Mudah-mudahan kasus Richard ini pembuka dan terakhir, sehingga tidak terjadi lagi ke depannya. Kalau kita sepakati, kita buatkan naskah akademiknya. Ayo kita maju sama-sama IKA FH USAKTI dan pihak fakultas. Supaya bermanfaat bagi kita semua,” katanya.

Tags:

Berita Terkait