Pengakuan RKUHP atas Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Tidak Menguntungkan
Terbaru

Pengakuan RKUHP atas Hukum yang Hidup dalam Masyarakat Tidak Menguntungkan

Kunci dari penegakan hukum adat adalah pemahaman terhadap nilai dan norma adat yang menjadi hukum di kalangan masyarakat adat. Pemerintah belum punya data masyarakat adat mana saja di Indonesia yang masih menghidupkan tindak pidana adat.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pengakuan terhadap nilai dan norma hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar pemidanaan (living law) oleh RKUHP justru kontraproduktif. Hal itu disampaikan sebagai salah satu poin kesimpulan Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022. Puluhan pakar hukum pidana, hukum konstitusi, hukum adat, serta kriminologi yang hadir sebagai narasumber memberi catatan kritis akademis pada RKUHP.

“Pertama, tim perumus RKUHP mengakui belum pernah ada riset serius masyarakat adat mana saja di Indonesia yang masih menghidupkan tindak pidana adat. Kedua, sudah lama banyak pranata adat dalam sistem penegakan hukum dihapus. Bagaimana mungkin penegakan nilai dan norma adat bisa dipercayakan ke aparat negara,” ujar Fachrizal Afandi, Ketua Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana (PERSADA) Universitas Brawijaya kepada Hukumonline.

Fachrizal mengatakan forum Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022 menilai pengakuan terhadap nilai dan norma hukum yang hidup dalam masyarakat malah tidak menguntungkan. Ibarat cek kosong atau bahkan basa-basi, pemerintah belum pernah memetakan masyarakat adat mana saja di Indonesia yang masih menjalankan tindak pidana adat.

Baca Juga:

Padahal, kunci dari penegakan hukum adat adalah pemahaman terhadap nilai dan norma adat yang menjadi hukum di kalangan masyarakat adat. “Belum pernah ada riset oleh entah itu Badan Pembinaan Hukum Nasional atau lembaga lain. Hal itu diakui sendiri oleh anggota Tim Perumus RKUHP. Padahal riset itu bisa saja melibatkan kampus-kampus hukum di berbagai provinsi. Mereka bahkan bisa meneliti lebih baik tentang hukum adat di wilayahnya,” kata Fachrizal melanjutkan.

Dengan mengambil alih penyelesaian permasalahan di masyarakat adat, negara membenarkan instrumen penegakan hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim terlibat dalam pranata adat. Fachrizal dan tim Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022 melihat keterlibatan aparat hukum positif negara pada pranata adat justru kontraproduktif terhadap dinamika masyarakat adat.

Rumusan pengakuan atas hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai hukum pidana muncul sejak bagian awal RKUHP versi 2019 pada Pasal 2. Tertulis bahwa prinsip legalitas di Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Penjelasan pasal ini menegaskan bahwa yang dimaksud di situ adalah hukum pidana berdasarkan adat.

Selanjutnya di Pasal 2 ayat (2) RKUHP mengakui keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku terbatas dalam tempat hukum itu hidup sepanjang tidak diatur dalam RKUHP. Itu pun dengan syarat tambahan hanya yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Bab XXXIII dibuat secara khusus berjudul Tindak Pidana Berdasarkan Hukum Yang Hidup dalam Masyarakat. Isinya hanya satu Pasal 597 dengan dua ayat. Ayat pertama menegaskan ancaman pidana bagi pelaku tindakan yang dilarang oleh hukum yang hidup dalam masyarakat. Ayat kedua menegaskan bahwa pelanggaran hukum pidana adat akan dihukum dengan sanksi adat merujuk Pasal 66 ayat (1) huruf f RKUHP.

Tags:

Berita Terkait