Pengaturan Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja Dinilai Memenuhi Teori Keadilan
Utama

Pengaturan Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja Dinilai Memenuhi Teori Keadilan

Seperti pengaturan upah minimum dan kompensasi PKWT.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih menjadi polemik di masyarakat. Kini, pengujian UU Cipta Kerja masih berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan sejumlah elemen masyarakat, terutama kalangan buruh. Tapi, pemerintah tetap bersikukuh bahwa UU Cipta Kerja dan aturan turunannya dapat menarik lebih banyak investor yang masuk ke Indonesia, sehingga mampu membuka lapangan pekerjaan baru.

Ketua Umum Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI), Ike Farida, menilai beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja cukup mewakili teori keadilan, salah satunya terkait pengupahan. Mengutip teori Adam Smith, Ike mengatakan upah yang adil bukankah upah yang sama.

Salah satu bentuk implementasi teori keadilan dalam UU Cipta Kerja yakni pengaturan mengenai upah minimum sebagaimana diatur dalam Pasal 88D UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja. Upah minimum mengatur batas terendah upah yang diterima buruh.

UU Cipta Kerja mengatur upah minimum dihitung menggunakan formula dengan variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Penentuan upah minimum oleh pemerintah berdasarkan ekonomi daerah dan inflasi. “Pengaturan upah minimum (dalam UU Cipta Kerja, red) itu sudah cukup mewakili teori keadilan,” kata Ike Farida dalam webinar bertema “Menelusuri Poin Penting PP No.35 Tahun 2021: Integrasi atau Inkonsistensi Regulasi?”, Jumat (26/3/2021). (Baca Juga: Ini Bedanya PHK Alasan Efisiensi UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja)

Seperti diketahui, Pasal 88B UU Cipta Kerja mengatur upah berdasarkan satuan waktu dan hasil. Misalnya, dalam Pasal 27 PP No.35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PKWT-PHK), upah lembur tidak berlaku untuk jabatan dengan klasifikasi tertentu, seperti pemikir, perencana, pelaksana, dan atau pengendali jalannya perusahaan.

Menurut Ike, teori keadilan vertikal yang digagas John Rawls juga cukup diserap dalam regulasi ketenagakerjaan yang ada. Misalnya, dalam Pasal 151 UU Ketenagakerjaan yang diubah dengan UU Cipta Kerja, ada mekanisme perundingan bipartit, tripartit, dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI). Kemudian hak pekerja atas upah timbul saat terjadinya hubungan kerja dan berakhir pada saaat putusnya hubungan kerja.

Kabag Hukum dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Ketenagakerjaan, Agatha Widianawati, mengatakan perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja dilakukan untuk merespon perubahan. Era digital saat ini bukan saja berdampak pada industri, tapi juga bidang ketenagakerjaan. Misalnya membenahi celah perlindungan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) antara lain dengan (wajib, red) memberikan kompensasi bagi pekerja PKWT yang habis masa kontraknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait