Sejumlah advokat mendatangi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada 10 Oktober lalu. Mereka adalah penasihat hukum dari Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe. Dua nama terakhir ini berturut-turut adalah isteri dan anak Lukas Enembe. Rombongan advokat ini menyerahkan surat penolakan menjadi saksi yang akan dimintai keterangan oleh penyidik KPK dalam perkara dugaan korupsi atas nama tersangka Lukas Enembe.
Surat yang disampaikan ke KPK pada intinya berisi pernyataan menolak atau mengundurkan diri sebagai saksi karena Yulice dan Astract merupakan anggota keluarga inti tersangka Lukas Enembe. Menurut Emanuel Herdiyanto, anggota tim penasihat hukum, penolakan itu dijamin undang-undang, khususnya Pasal 35 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Berdasarkan pasal ini, pada dasarnya setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi, kecuali anggota keluarga terdakwa (ayah, ibu, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, isteri atau suami, anak, dan cucu). Mereka yang dikecualikan tapi tetap bisa menjadi saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui oleh terdakwa. Tanpa persetujuan terdakwa, anggota keluarga tersebut dapat memberikan keterangan tanpa sumpah.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengingatkan ancaman sanksi pidana bagi mereka yang menolak memenuhi panggilan sebagai saksi. Ia menjelaskan Yulice dan Astract dipanggil sebagai saksi bukan hanya untuk Lukas Enembe, tetapi juga untuk tersangka lain. Siapa tersangka lain yang dimaksud Ali belum diumumkan KPK secara resmi. “Nanti akan disampaikan ketika penyidikan cukup,” ujarnya kepada wartawan.