Pengesahan RUU TPKS Jadi UU ‘Kado’ Bagi Perempuan Indonesia
Utama

Pengesahan RUU TPKS Jadi UU ‘Kado’ Bagi Perempuan Indonesia

UU TPKS menjadi wujud nyata hadirnya negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, hingga menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

“Kritik, saran, dan masukan ditampung dan diakomodasi sepanjang hal itu untuk kesempurnaan RUU dan kemaslahatan dalam penanganan TPKS serta dapat pula dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara hukum,” ujarnya.

Namun begitu, terdapat satu fraksi yang menolak dilanjutkan dalam pengambilan keputusan di tingkat II atau paripurna yakni Fraksi-Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS). F-PKS, kata Willy, mengusulkan agar pengesahan RUUU TPKS dilakukan bersamaan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP)

“Semoga dengan disetujuinya RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia,” harapnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawanti menilai kekerasan seksual bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Sebab, TPKS menjadi kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Terlebih, kekerasan seksual yang semakin marak terjadi di masyarakat sejatinya memiliki dampak serius bagi korban, berupa penderitaan fisik, mental, kesehatan, ekonomi, dan sosial hingga politik.

Menurutnya, dampak kekerasan seksual dapat mempengaruhi hidup korban dan masa depan korban. Seperti berupa penderitaan berlapis yang dialami korban dari kelompok masyarakat yang marginal secara ekonomi, sosial, dan politik, atau mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti anak dan penyandang disabilitas.

Baginya, hingga kini peraturan perundangan-undangan yang mengatur beberapa bentuk kekerasan seksual masih sangat terbatas dari segi bentuk dan lingkupnya. Peraturan perundang-undangan yang tersedia, belum sepenuhnya mampu merespon fakta kekerasan seksual yang terjadi dan berkembang di masyarakat.

Begitu pula proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, terhadap perkara kekerasan seksual, juga masih belum memperhatikan hak Korban, dan cenderung menyalahkan korban. Selain itu, perlu diatur upaya pencegahan dan keterlibatan masyarakat untuk mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.

“Oleh karena itu, diperlukan UU khusus tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang mampu menyediakan landasan hukum materil dan formil sekaligus, sehingga dapat menjamin kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat,” harapnya.

Perempuan biasa disapa dengan Bintang Puspa Yoga itu berpandangan hadirnya UU TPKS wujud nyata hadirnya negara dalam upaya mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Kemudian menangani, melindungi, dan memulihkan korban, melaksanakan penegakan hukum, merehabilitasi pelaku, mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual, serta menjamin ketidakberulangan terjadinya kekerasan seksual.

“Inilah semangat dan ‘roh’ perjuangan kita bersama, antara DPR, Pemerintah, dan masyarakat sipil, yang perlu terus kita ingat agar UU ini nantinya memberikan manfaat ketika diimplementasikan, khususnya bagi korban kekerasan seksual,” katanya.

Tags: