Pengesahan UU Cipta Kerja Dinilai Minim Komitmen Penegakan HAM
Berita

Pengesahan UU Cipta Kerja Dinilai Minim Komitmen Penegakan HAM

Pemerintah pun wajib menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi dari mereka yang dirugikan atas pengesahan UU Cipta Kerja ini untuk turun ke jalan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Sebab, UU Cipta Kerja dinilai menciptakan ancaman karena terbuka kemungkinan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia bakal dieksploitasi oleh korporasi swasta. Menurutnya, melalui RUU Cipta Kerja ini, lingkungan alam hanya menjadi lahan bisnis demi mencapai keuntungan semata dan berpotensi mengakibatkan kenaikan tarif listrik bagi masyarakat.

Mendegradasi hak pekerja

Sementara Presiden Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Husni Mubarok menilai UU Cipta Kerja hanya memberi janji semu dimana UU ini bakal menciptakan lapangan pekerjaan di masa depan.  Sebaliknya, UU Cipta Kerja berpotensi mendegradasi hak-hak pekerja. Termasuk ketiadaan kepastian bagi pekerja kontrak untuk diangkat menjadi pegawai tetap karena pekerja kontrak bisa dikontrak bertahun-tahun tanpa batasan.

“Pekerjaan macam apa yang diciptakan? UU Cipta Kerja justru mengurangi jaminan akan pekerjaan dan memungkinkan pengusaha mengeksploitasi banyak pekerja kontrak dengan upah rendah dan pekerjaan outsourcing di semua sektor,” ujarnya.

Menurutnya, pekerjaan yang bakal tersedia merupakan jenis pekerjaan dengan upah rendah tanpa jaminan kehidupan di masa depan. Kata lai, pekerjaan yang ditawarkan nantinya tidaklah permanen yang didasarkan pada rasa takut untuk mendapatkan pekerjaan kontrak berikutnya. Dengan demikian, tidaklah berlebihan disampaikan bahwa RUU omnibus law ini inkonstitusional, tidak sah, dan tidak perlu,” ujarnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mangatakan puluhan federasi dan konfederasi serikat pekerja bakal mogok nasional sejak 6-8 Oktober untuk menolak pengesahan UU Cipta Kerja ini. Mogok nasional dilakukan sesuai UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. Pasal 4 UU Serikat Pekerja menyebutkan, “Fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan”.

“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujarnya.

Menurutnya, mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh. Meliputi sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik. Begitu pula, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.

“Provinsi-provinsi yang akan melakukan mogok nasional adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,” katanya.

Tags:

Berita Terkait