Pengetatan Seleksi Anggota KPU-Bawaslu untuk Wujudkan Pemilu 2024 yang Jurdil
Terbaru

Pengetatan Seleksi Anggota KPU-Bawaslu untuk Wujudkan Pemilu 2024 yang Jurdil

Seleksi pemilihan anggota KPU-Bawaslu periode 2022-2024 merupakan solusi untuk memberantas korupsi yang banyak terjadi pada penyelenggaraan pemilu.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Pengetatan Seleksi Anggota KPU-Bawaslu untuk Wujudkan Pemilu 2024 yang Jurdil
Hukumonline

Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH Usakti), Rivai Kusumanegara mengungkapkan, seleksi pemilihan anggota KPU-Bawaslu periode 2022-2024 merupakan solusi untuk memberantas korupsi yang banyak terjadi pada penyelenggaraan pemilu. Setidaknya, sepanjang 2014-2020, sebanyak 44 kasus korupsi melibatkan KPU di berbagai daerah dan 43 kasus oleh pihak Bawaslu. Hal tersebut ia sampaikan dalam seminar 'Pemilu Berintegritas 2024' yang digelar Universitas Trisakti pada Kamis (9/12).

 

"Proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu merupakan pintu gerbang untuk mewujudkan Pemilu 2024 yang luber dan jurdil," katanya.

 

Rivai juga mencatat, pada 2019, sebanyak 445 penyelenggara pemilu dijatuhi sanksi oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 12 orang diberhentikan dari posisi ketua; 43 dipecat; tiga diberhentikan sementara; dan 387 diberi sanksi peringatan. Jumlah Ketua KPU/Bawaslu yang diberhentikan bahkan meningkat pada 2020.

 

Di sisi lain, peningkatan pembatalan keputusan KPU pada masa Pilpres dan Pileg 2019 merupakan indikasi terjadi penurunan kualitas produk KPU. Rivai lantas merangkum beberapa tantangan penyelenggaraan Pemilu 2024 di antaranya, pada pemilihan kepala daerah, legislatif, dan presiden secara serentak; menjaga independensi KPU dan Bawaslu di tengah tingginya jumlah pelanggaran anggota KPU & Bawaslu; rendahnya perbaikan kualitas produk hukum KPU dan Bawaslu, sementara beban kerja bertamah dan semakin rumit; serta menekan potensi kecurangan dan perilaku koruptif anggota KPU dan Bawaslu.

 

Untuk memperbaiki catatan negatif tersebut, Rivai pun menguraikan sejumlah opsi. Pertama, perhatian khusus terhadap tahapan seleksi anggota KPU dan Bawaslu, khususnya pada tahap penelitian administratif, seleksi tertulis, tes psikologi, wawancara, serta klarifikasi atas masukan masyarakat. Seluruh proses tersebut, harus mudah diakses publik, sehingga kualitas pemilu akan meningkat dan berintegritas.

 

"Partisipasi publik lebih ditingkatkan serta dipertimbangkan saran dan masukannya. Perlu dibuat juklak penyelenggaraan pemilu yang komprehensif dan mudah diaplikasikan hingga tingkat bawah guna menekan potensi pelanggaran," pungkas Rivai.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH Usakti).

Tags: